[caption id="attachment_53015" align="alignnone" width="650"] Ricky Donals (ist)[/caption]BERBISNIS bukan soal negoisasi dan lobbi saja tapi prinsip kehati-hatian harus selalu melekat di setiap pebisnis.
Bahkan sudah berhati-hati sekali pun, tetap saja bayangan kriminalisasi mengancam pelaku usaha maupun pekerja di sebuah perusahaan yang punya standar operasional baku dan ter-upgrade.Apalagi pesaing tidak saja kompetitior usaha, kawan sekerja pun bisa menjadi ular kepala dua yang siap mematok rekan kerja yang lain.
"Sehingga itu hati-hati, chek and richek harus selalu dipelihara pebisnis, terutama dalam membubuhkan tanda tangan di setiap dokumen proses kerja," ujar Pebisnis Sukses, Ricky Donals berbagi tips kehati-hatian bekerja kepada pebisnis muda di sebuah cafe di Bilangan Kemang, Jakarta, Sabtu (13/5).Anak muda Minang yang memulai usaha dari bawah dan pernah merasakan pahit getir persaingan dunia usaha itu mengatakan sudah hati-hati pun pebisnis masih bisa dikriminalisasi.
"Saya ajak anak muda terutama pebisnis muda berdarah Minang selalu berhati-hati terhadap apa saja bisnis yang ditekuninya. Jangan asal tanda tangan dokumen proses kerja kalau tidak mau kena jerat kriminalisasi rekan kerja sendiri," lanjut Ricky.Ia mengakui pernah mengalami persoalan dikriminalisasi dan itu lama berbekas, meski setelah itu dia bangkit dan memulai dari nol.
"Saya pernah mengalami kasus kriminalisasi, dituduhkan melanggar prinsip kehati-hatian dalam bekerja, dan sempat terpuruk, tapi itu tidak membuat saya patah arang," lanjutnya.Keterpurukan karena modus kriminalisasi inilah menjadi awal tekad, perantau Tanah Datar ini menggeluti dunia bisnis kembali dan memanen kesuksesan sekarang ini.
"Awalnya saya hanya tertarik bekerja di bank, karier demi karier saya peroleh sampai saya menggapai gelar vice president di sebuah bank swasta di Jakarta, namun Allah SWT berencana lain. Ketika itu ada sebuah kredit macet dengan masa kredit berjalan sudah empat tahun, dan selama jadi nasabah kreditur itu selama 4 tahun tidak pernah wan-prestasi dalam membayar kewajibannya," cerita Ricky.Tapi karena situasi industri sedang sunset, maka saat itu salah satu nasabah bank tempat Ricky Donals berkarir mulai mengalami kesulitan membayar cicilannya.
"Tapi manajemen bank saya, bukannya membantu mencarikan solusi, tapi justru mengkriminalisasi beberapa karyawan dengan tujuan menekan nasabah agar menyelesaikan kewajibannya," ungkapnya.Padahal menurut Alumnus Unpad Bandung ini, keputusan memberikan kredit dilakukan oleh komite kredit yg terdiri dari direksi dan komisaris bank."Tapi apalah daya beberapa karyawan, melawan manajemen perusahaan yang merekayasa kriminalisasi tersebut. Bahkan proses hukumnya pun teramat panjang, hingga 11 tahun, karena sulitnya penyidik penegak hukum mencari celah kesalahan dari beberapa karyawan itu," terangnya.Akhirnya aparat penegak hukum hanya menjerat beberapa karyawan dengan pasal ketidakhati-hatian dalam bekerja. "Sungguh luar biasa kriminalisasi waktu itu, termasuk dalam jejaring kriminalisasi tersebut, bahkan lebih tragisnya persoalan tersebut ada saja pihak yang menyebutnya sebagai pembobolan bank," ceritanya lagi
Ricky menjalankan proses penegakan hukum kepadanya, karena dia menjalani dengan ikhlas, apa yang disemainya dalam bingkai keikhlasan dan berserah diri kepada Sang Maha Kuasa akhirnya Ricky Donals mamanen kembali kesuksesan."Waktu itu saya selalu tetap ikhlas, karena saya yakin semua hal terjadi atas kehendak Allah. Bahkan Alhamdulillah nikmat Allah yang saya peroleh sekarang merupakan hal yg tak pernah saya bayangkan sebelumnya," kata Ricky.
Untuk itu alumnus SMA Negeri 3 Padang ini mengimbau generasi muda, selalu berhati-hati dalam memburu ambisi karier. "Jangan mau disuruh atasan teken apapun dokumen kerja tanpa mempelajari dan paham apa yang akan kita tanda tangani," ujarnya.Soal pebisnis kena kriminalisasi memang bukan hal baru di Indonesia, termasuk soal kasus Ricky Donals dulu itu, menurut pandangan advokat senior Frederich Yunadi dalam kriminalisasi kepada Ricky Donals tersebut sangat kentara sekali penegak hukum waktu itu keliru.
Editor : Eriandi