Dirwan Ahmad Darwis, Putra Baso yang Hubungkan Malaysia dan Indonesia

×

Dirwan Ahmad Darwis, Putra Baso yang Hubungkan Malaysia dan Indonesia

Bagikan berita
Dirwan Ahmad Darwis, Putra Baso yang Hubungkan Malaysia dan Indonesia
Dirwan Ahmad Darwis, Putra Baso yang Hubungkan Malaysia dan Indonesia

[caption id="attachment_42476" align="alignnone" width="650"]Dirwan Ahmad Darwis (antara foto) Dirwan Ahmad Darwis (antara foto)[/caption]TERLAHIR dari seorang ibu bernama Misnar Abdullah 54 tahun yang lalu, Dirwan Ahmad Darwi berasal dari Desa Sungai Sariak, Kanagarian Koto Tinggi, Kecamatan Baso, Agam.

Ayahnya seorang militer. Perjalanan hidupnya sangat berliku, mulai dari cita-cita masa kecil, lalu berkelana keliling dunia hingga akhirnya sekarang menetap di Malaysia menjadi sekretaris seorang menteri serta aktif dalam kegiatan harmonisasi hubungan Malaysia Indonesia.  Berikut paparan Dirwan Ahmad Darwis kepada Yuni dari Harian Singgalang.Bagaimana cerita anda bisa menjadi penghubung Malaysia-Indonesia, apa yang melatar belakangi?

Waah.., ceritanya panjang sekali tapi ringkasnya ini adalah periode kedua saya tinggal di Malaysia. Periode pertama 1986 – 1992 kemudian saya keluar dan masuk lagi tahun 2007 hingga sekarang. Saya memahami kondisi sosio politik dan ekonomi Malaysia-Indonesia karena waktu itu saya bekerja sabagai staf bidang politik/ekonomi di KBRI Kuala Lumpur.Lalu gonjang ganjing hubungan kedua Negara serumpun ini pada tahun 2000-an sangat menyedihkan saya, sekaligus menimbulkan pertanyaan besar apa sebenarnya yang terjadi, karena hal kecil pun bisa jadi isu besar. Lalu pertengahan 2009, perusahaan konsultan PR/Humas yang saya dirikan mengadakan Seminar Ekonomi Malaysia Indonesia (SEMI’09) dengan judul “Tantangan Ekonomi Malaysia-Indonesia menghadapi AFTA dari Persepektif Media dan Bisnis”.

Pak Da’i Bachtiar (mantan Kapolri) yang saat itu jadi Dubes lagi puyeng karena ada saja masalah yang timbul; isu klaim hak-cipta, masalah budaya, TKI, perbatasan, dan macam-macam. Pada seminar itu saya undang wartawan-wartawan senior dari 14 media besar di Indonesia dipertemukan dengan rekan-rekan wartawan Malaysia dan juga perwakilan dari dunia usaha kedua Negara, yang diadakan di tempat bergengsi di bangunan KLCC.Saya undang Mantan PM Tun Mahathir Mohamad sebagai pembicara tamu, dan dibuka oleh Menteri Keuangan dihadiri ratusan orang dan malamnya dijamu oleh Menteri Penerangan. Hampir semua media berpengaruh di Malaysia dan Indonesia memberitakan, inilah awal keterlibatan saya dalam hubungan dua Negara Serumpun ini.

Lantas apa yang terjadi setelah itu?

Acara itu sukses besar, pak Dubes senang sekali. Karena sempat beberapa waktu isu Malaysia Indonesia menghilang dan suasana aman. Ternyata sebelum itu para wartawan Malindo ini tidak saling mengenal, bahkan ada media Malaysia bertanya: kenapa pemerintah Indonesia tidak bisa mengontrol media? Artinya, waktu itu mereka benar-benar tidak tahu menahu tentang perkembangan politik dan media di Indonesia yang sudah sangat bebas.Ini menarik, jadi setelah itu tidak ada lagi isu yang timbul?

Ada suasana aman itu tidak berlangsung lama bahkan setelah itu lebih panas lagi. Sampai ada pelemparan kotoran ke Kedubes Malaysia di Jakarta, pembakaran bendera hingga ke sweeping orang Malaysia, berbagai isu timbul. Tapi saat itu kami sudah ada ISWAMI (Ikatan Setia Kawan Wartawan Malaysia Indonesia) dan kawan-kawan wartawan Malindo ini mempercayakan kepada saya sebagai Koordinator ISWAMI.Waktu itu ponsel Backberry lagi populer, kami bikin group IMEC (Indonesia Malaysia Editor’s Club) dengan puluhan Pemred/Wapemred dan wartawan senior kedua negara ada didalamnya, setiap isu kami bahas secara bersama. Tapi kalau tiba-tiba ada isu panas saya terpaksa sering bolak balik Kuala Lumpur – Jakarta menerangkan keadaan yang sebenarnya kepada kedua belah pihak. Tapi yang namanya politik isu ini tidak akan pernah habis, kondisi media di Indonesia dan Malaysia berbeda dalam berbagai hal, apa lagi di Indonesia sangat sarat dengan kepentingan.

Jadi dalam hubungan Indonesia – Malaysia sebenarnya ada pihak lain yang bermain?Ada banyak yang bermain, semua ada kepentingan. Masalahnya sangat kompleks, yang jelas masing-masing kita rugi kalau berkonflik, ndak ada yang diuntungkan, orang lain yang untung – kita buntung. Cukup itu saja dulu tentang masalah Malindo, banyak orang salah paham tentang hubungan ini, ada yang terbawa emosi karena salah dapat informasi dan tidak tahu masalah sebenarnya. Jadi sebaiknya kita mencari cara-cara terbaik untuk lebih merapatkan lagi hubungan ini, kalau masalah tidak akan pernah habis.

Belakangan terdengar anda semakin aktif dalam gerakan sosial budaya melibatkan Malaysia Indonesia, bisa cerita sedikit tentang Yayasan Ikatan Rakyat Malaysia Indonesia (YIRMI) dan kedekatan anda dengan petinggi Malaysia?Benar, YIRMI didirikan pertengahan 2013 inisiatif dari Tan Sri Dr Rais Yatim seorang negarawan ketika beliau menjadi Menteri Kabinet Malaysia. Pendirian yayasan ini tidak lain karena kerisauan beliau tentang hubungan kedua negara ini, khususnya terhadap masa depan generasi muda Melayu dan Islam.

Hingga sekarang YIRMI banyak memainkan peranan di kalangan para petinggi negeri, kalangan perguruan tinggi/akademisi, budayawan, wartawan, sastrawan/seniman, dengan berbagai program seperti pertukaran wartawan, beasiswa kepada anak negeri, membantu melahirkan karya tulis anak bangsa, bantuan gempa dan banyak lagi. Membangun kesadaran bersama melalui berbagai kegiatan.Mei lalu, YIRMI mengadakan Rapat Alumni Nusantara yang dihadiri hampir 2.000 orang mempertemukan mantan mahasiswa Malaysia di Indonesia dan mantan mahasiswa Indonesia di Malaysia, dosen-dosen Indonesia di Malaysia. Intinya membangun kesadaran bersama tentang masa depan kedua bangsa serumpun ini.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini