In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan Budayawan Sumbar Diluncurkan

×

In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan Budayawan Sumbar Diluncurkan

Bagikan berita
Foto In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan Budayawan Sumbar Diluncurkan
Foto In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan Budayawan Sumbar Diluncurkan

[caption id="attachment_53581" align="alignnone" width="650"]Acara peluncuran buku In Memoriam, 100 Seniman, Wartawan dan Budayawan Sumatera Barat" yang ditulis oleh Nazif Basir di Hotel Basko, Padang, Kamis (25/5). (titi) Acara peluncuran buku In Memoriam, 100 Seniman, Wartawan dan Budayawan Sumatera Barat" yang ditulis oleh Nazif Basir di Hotel Basko, Padang, Kamis (25/5). (titi)[/caption]PADANG - Sumatera Barat banyak melahirkan para seniman, budayawan dan wartawan yang berkontribusi besar. Nama mereka menggema, terkenal seantero negeri, bahkan internasional. Mereka meninggalkan karya yang berpengaruh untuk pembangunan negara dan masyarakat.

Namun apakah yang dilakukan oleh para seniman, wartawan dan budayawan ini juga terus dilakukan oleh para pewaris yakni generasi muda Minangkabau? Sedikit banyak tentu saja dilakukan. Namun harus ditingkatkan dan semakin digaungkan.Hal itulah yang menjadi niat Nazif Basir saat menulis buku In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan budayawan Sumatera Barat. Dia berharap buku itu bisa menjadi pengingat, sekaligus cambuk agar para generasi muda berkontribusi layaknya para pendahulu.

"Sudah sejak dulu dari Minangkabau lahir banyak tokoh seniman, budayawan dan sastrawan yang berkontribusi besar untuk Indonesia. Kita berharap hal seperti ini tetap dilakukan oleh generasi muda. Minangkabau harus terus memberikan sumbangsih besar seperti dulu," ujar Nazif, Kamis (25/5). Saat itu peluncuran buku tersebut dilakukan di Basko Hotel. Banyak tokoh besar hadir, mulai dari Setya Novanto dari DPR RI, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, Walikota Padang Mahyeldi. Para seniman dan juga budayawan. Tokoh pers senior, Basril Djabar juga ikut hadir, begitu juga seniman Sumbar, Taufik Ismail Harris Effendi Thahar dan banyak lagi.

Saat peluncuran buku itu, diskusi tentang para seniman, wartawan dan budayawan yang bekontribusi untuk bangsa dan negara juga dilaksanakan. Akademisi, Prof. Mestika Zed dan Prof. Taufik Abdullah hadir sebagai pembicara. Sastrawan Sumbar, Harris Effenfi Thahar selaku moderator. Para mahasiswa, guru-guru dan staf-staf dinas, seniman dan penggiat seni budaya hadir sebagai peserta diskusi itu.Nazif mengatakan buku In Memoriam, 100 seniman, wartawan dan budayawan Sumatera Barat tersebut memang bukanlah buku biografi lengkap. Melainkan hanya catatan singat atau semacam memorablia saja. Tujuannya untuk mengingat Sumatera Barat pernah punya para seniman, sastrawan dan budayawan sejak dulu dalam berbagai kapasitas kemampuan mereka.

"Kisah mereka harus diabadikan dalam bentuk buku sehingga cerita dan semangat yang mereka tularkan tak mudah terlupakan. Kita tak bisa hanya bergantung pada ingatan karena sejatinya ingatan manusia itu singkat," ujarnya.

Maka dalam buku itu ditulislah 100 tokoh Sumbar. Mereka yang sudah lebih dulu wafat namun meninggalkan kontribusi yang abadi dan berpengaruh. Sebut saja mulai dari Rohanna Koedoes, Abdoel Moeis, Marah Roesli, Adinegoro, A.A Navis, Tiar Ramon, Arizal, Bastian Tito, St. Takdir Alisjahbana, Leon Agusta, Osman Gumanti,Zaidin Bakry, Soewardi Idris dan tentu banyak lagi.Dalam umurnya yang ke-83 Nazif Basir merasa perlu untuk bekontribusi dengan menulis buku ini. Nazif juga sangat berterima kasih pada Taufik Ismail yang juga ikut menyumbangkan tulisan tentang beberapa tokoh khusus lainnya yang kemudian dijadikan satu Bab lanjutan dalam buku tersebut.

Akademisi, Taufik Abdullah yang ikut menulis pengantar dalam buku itu, mengatakan sejak dulu sangat banyak karya yang lahir dari urang awak dan bermuatan pesan moral serta kritik yang sangat membangun. Karya-karya itu fenomenal dan menjadi legenda, sebut saja novel Sitti Nurbaya yang menggambarkan tragedi dalam ketimpangan hubungan tradisi kebangsawanan dan kekayaan material di masa-masa saat kemajuan intelektual sudah mulai menyebar.

Kemudian ada pula karya monumental Abdoel Moeis, Salah Asoehan. Novel ini bercerita tentang nasib seorang anak bangsa yang berkecimpung dalam dunia modern namun tak didampingi oleh pemahaman dan tanggung jawab kultural masyarakat sendiri."Kedua novel itu merupakan sumbangsih yang besar untuk masyarakat. Kita tentu berbangga ini karya dari urang Minangkabau," ujar Taufik.

Akademisi, Prof. Mestika Zed mengatakan kontribusi dan hasil karya para seniman, budayawan dan wartawan memang harus dihargai. Menurut Mestika, para seniman, budayawan dan wartawan masuk ke dalam kategori ilmuwan atau cendikiawan."Ilmuwan dan cendikiawan itu bukan hanya orang yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan formal saja. Namun mereka adalah orang-orang yang menggunakan nalar dan logika mereka untuk berkontribusi bagi sekitar mereka. Hal inilah yang dilakukan para seniman, budayawan dan sastrawan. Sehingga mereka adalah pula ilmuwan dan cendekiawan," ujar Mestika.

Kepedulian, dan nalar, logika serta karya-karya, kata dia, harus terus disuguhkan ke tengah masyarakat. Sehingga kepedulian dan kesadaran muncul untuk membentuk daerah dan negara menjadi lebih baik.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini