Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Diyakini Sulit Lampaui 5%

Ă—

Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Diyakini Sulit Lampaui 5%

Bagikan berita
Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Diyakini Sulit Lampaui 5%
Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Diyakini Sulit Lampaui 5%

[caption id="attachment_5388" align="alignnone" width="673"]Ilustrasi (net) Ilustrasi (net)[/caption]JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan stagnan atau sama dengan tahun lalu yakni di level 5%. Pasalnya, Ramadan dan Lebaran yang jatuh di kuartal kedua tahun ini pun belum mampu mendorong geliat pertumbuhan ekonomi.

Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Hartati, dua faktor yang menjadi indikator utama pendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi swasta hingga kuartal II/2017, diperkirakan masih tetap stagnan seperti tahun lalu. Konsumsi rumah tangga dipengaruhi retail memang tumbuh 6% karena ada Ramadan dan Idul Fitri.“Untuk penjualan pangan ada kenaikan dibanding bulan sebelumnya. Tapi, dibandingkan Lebaran 2016, konsumsi rumah tangga hampir sama,” kata Enny.

Sementara untuk investasi swasta yang dipengaruhi oleh pembiayaan dan penyaluran kredit hingga kuartal II/2017, menurutnya, hanya tumbuh di angka 7% atau masih stagnan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.“Melihat kedua hal tersebut, agak pesimistis pertumbuhan ekonomi bisa lebih dari 5%, walau ada Ramadan dan Lebaran di kuartal kedua,” ungkapnya.

Disadur dari okezone, pertumbuhan sektor industri juga masih terbatas karena impor bahan baku yang masih minus. Jika pertumbuhan sektor industri hanya berada di angka 4,3-4,4%, pertumbuhan ekonomi nasional, menurutnya, masih tetap di angka 5,1%.Sebab, pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama masih di angka 5,01%. “Ramadan dan Lebaran belum bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara di kuartal ketiga tidak ada momen penting, paling ada lagi di kuartal keempat pada saat Natal dan Tahun Baru,” jelasnya.

Menurut Enny, dunia industri, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai daerah pun kondisinya jauh lebih parah. “Pemerintah tidak bisa memberi stimulus karena ada rencana pemangkasan anggaran kementerian, belum lagi dihapusnya sebagian subsidi listrik, ini yang harus diantisipasi pemerintah,” ungkapnya.Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menambahkan, kondisi ketidakpastian ekonomi global juga berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini mengalami stagnasi. Hal ini diperparah oleh kebijakan ekonomi yang pragmatis pemerintah.

“APBN memang digenjot, tapi masalah lain muncul soal efektivitas serapan dan kondisi stabilitas politik hukum,” katanya.Prediksi saya untuk pertumbuhan 2017 tidak akan melewati 5%. Bahkan, pada 2018 juga sekira 5% plus-minus 0,2% yang artinya bisa 4,9% atau 5,1%. “Situasinya betul-betul penuh ketidakpastian,” ujarnya.

Kebijakan moneter pemerintah dan kredit perbankan sejauh ini tidak ada yang prorakyat kecil yang jumlahnya mayoritas. Sementara belanja modal pemerintah di sektor infrastruktur cenderung padat modal.Hal itu terlihat dari pengerjaan proyek menggunakan teknologi tinggi sehingga serapan tenaga kerja relatif tidak berubah. Sementara kredit perbankan mayoritas disalurkan bukan ke masyarakat kecil.

“Akhirnya kekayaan hanya terjadi di lingkungan atas dan tidak menetes ke bawah. Pemerintah terlalu pragmatis dalam mencari solusi, itu tidak akan membuat kita keluar dari krisis dan ketidakpastian,” ujarnya. (aci)agregasi okezone1

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini