Warga Desa Ini Terpaksa Konsumsi Air dari Batang Pisang

×

Warga Desa Ini Terpaksa Konsumsi Air dari Batang Pisang

Bagikan berita
Warga Desa Ini Terpaksa Konsumsi Air dari Batang Pisang
Warga Desa Ini Terpaksa Konsumsi Air dari Batang Pisang

[caption id="attachment_11272" align="alignnone" width="400"]Ilustrasi (okezone.com) Ilustrasi (okezone.com)[/caption]KUPANG - Warga Desa Iligai di Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur mulai mengkonsumsi air dari batang pisang, karena sumber air tanah mulai mengering sebagai dampak dari El Nino.

Kepala Desa Iligai Valentino Mayong mengatakan mengkonsumsi air dari batang pisang dan pohon peri merupakan pilihan terakhir bagi warga setempat, karena sumber mata air yang ada sudah mulai mengering.Menurut dia, tanaman pisang dan pohon peri itu diyakini masyarakat setempat dapat menghasilkan air yang banyak sehingga dimanfaatkan untuk masak dan minum.

"Warga setempat sudah tidak sanggup lagi mengambil air dari sumber mata air yang jauh, karena debitnya pun terus berkurang dan sebagiannya lagi sudah mengering akibat El Nino," ujarnya.Ia mengatakan pemerintah kecamatan sudah mengatasi masalah tersebut dengan "tangkinisasi" namun masyarakat desa tidak sanggup membeli, karena harganya mencapai Rp500.000 sampai Rp1 juta per tangki.

"Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula...siapa yang bisa mampu membeli air tangki dengan harga selangit seperti itu? Masyarakat desa tak sanggup membelinya," katanya.Ia menambahkan untuk mengatasi kekurangan air tersebut, warga desa terpaksa mencolek batang pisang dan pohon peri dengan benda tajam untuk mendapatkan air.

"Mereka sudah siapkan wadah seperti ember atau jerigen untuk menadah air dari kedua pohon kehidupan itu. Ada pula yang berjalan kaki sejauh 5 - 10 kilometer untuk mencari air di wilayah pegunungan dan pantai," ujarnya.Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka Silvanus Tibo yang dihubungi terpisah, juga mengakuinya, dan mengatakan masalah kekeringan tidak hanya melanda Sikka, tetapi juga daerah lainnya di NTT.

"Masyarakat tidak perlu panik, karena sudah saatnya kita sudah memasuki musim kemarau panjang. Tidak perlu kita persoalkan, karena masalah ini merupakan fenomena alam yang tidak bisa dibendung oleh manusia," ujarnya.Namun, ia tidak menjelaskan, apakah program "tangkinisasi" itu bersifat cuma-cuma atau menggunakan sistem jual beli dengan harga yang melangit seperti yang dialami warga Desa Iligai tersebut.(*/aci)

sumber:antara

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini