Di rumah Saja Tak Semanis Imbauan

×

Di rumah Saja Tak Semanis Imbauan

Bagikan berita
Foto Di rumah Saja Tak Semanis Imbauan
Foto Di rumah Saja Tak Semanis Imbauan

Khairul JasmiAngka perceraian di China dikabarkan meningkat 30 persen selama wabah corona.

***Corona adalah keheningan rumah-tangga dalam kehebohan dunia dan sekaligus kehebohan rumah-tangga dalam kesunyian. Selama ini waktu banyak habis diluaran, kini di bawah atap yang sama, maka muncullah pertengkaran. Ada rumah tangga yang terpisah, suami di sini, istri di sana di sana. Ini akibat corona yang dengan perih menyayat rantai kehidupan sosial kita.

Walau begitu, hal ini pasti terjadi: Menguap besar-besar salah, tiduran salah, rebahan salah, telat mandi salah, lama benar mandi salah pula. Ini terjadi setelah sepekan lockdown. Pasangan muda sering berdebat, meski mereka hanya berdua saja. Pasangan senior, kalang-kabut, karena anak pada berkumpul dengan perangainya masing-masing. Belum lagi soak stok yang menipis, uang lebih tipis lagi. Ternyata “di rumah saja,” tak seindah imbauan. Apa saja yang dilakukan jika tak datang dari hati, ternyata hasilnya bisa meleset.Bukankah, rumahku adalah surgaku? Tanya pria Minangkabau yang suka duduk di lapau. Di rumah saja, terasa menyesakkan, di kakinya ada tahi lalat. Maunya berjalan saja, paling jauh ke lapau, debat kusir bersama kawan-kawan sambil ngopi. Adalah ancaman bagi pria jika di rumah saja sepanjang hari dan berhari-hari dan entah sampai kapan.

“Ruang” kebebasan=====================

Baca juga:

Suami turun mencari “ruang” di rumah istri tinggal mendapatkan “ruang” kebebasan. Anak-anak pergi sekolah, terasa damai, semua pergi kerja juga demikian. Pernah liburan sekeluarga? Ada pertengkaran kecil? Sepatulah yang tak bertemu, dompet yang tinggal, HP yang sedang dicas lupa. Ada saja anggota keluarga yang bikin ulah. Ada marah-marah. Nah! Itu liburan, apalagi di rumah terus-menerus, 24 jam full. Bulek tak bersanding. Yang bertengkar jalan terus, tapi foto tersenyum di upload juga. Inilah kamuflase yang kita suka. Jan ba indak lo lai.Pada hakekatnya tiap kita butuh “me time”, bukan karena egois, tapi ingin sendiri, meski sedang bersama. Diakui, manusia tak pernah bisa sendiri, namun ia butuh kesendirian, keringan karena kita adalah makhluk bermain. Makanya anak-anak suka bermain sesamanya, lalu berlari naik ke rumah, buka pintu kulkas, minum, lalu lari lagi ke kerumuman kawan-kawannya.

Lalu kini kena karantina. Di rumah saja, karena corona. Ada-ada saja yang jadi bahan percakapan, lalu jadi bahan pertengkaran, lalu diam-diaman. Saat itulah anak sering kena , marah oleh ibunya. Suami dimarahi istri karena memarahi anak. Bapak marah sama anak, ibu memarahi bapak. Rasa bosan dan jengkel mulai hinggap, anak gelisah di rumah, ia ingin keluar, tapi tak boleh dan sekaligus ia juga takut. Ia rindu sekolah. Selama ini bagi anak rumah adalah ketudahan, sekarang terasa seperti penjara.Berkodek kain sarung

================Tak hanya itu, istri bisa stress lihat suami yang gila berkodek sarung saja sejak pagi sampai malam. Merokok ke merokok, kopi tiap sebentar, membaca malas pula, main HP kencang, HP tak bleh pula dipegang istri. Lengkap sudah. Maka kampanye di rumah saja, bisa mendapatkan waktu berkualitas bersama keluarga, tak selama dan semuanya demikian. Ada yang cocok kenyataan dan kampanye, maka bersyukurlah.

Jadi indek kebahagiaan tiap orang berbeda-beda, karena prilaku yang tak sama, anak lebih bahagia bersama teman, bukan bersama kakak dan adiknya. Bapak lebih senang di kantor, ibu senang di kedai tetangga atau di kantor. Mereka memang saling cinta, sangat, sedarah, suami istri, tapi selalu bersama, ada masalah rupanya. Ingat, BPS kena kritik di Sumbar, karena indek kebahagiaan itu? Apakah And abahagia? Handeh, lucu BPS. Kadang-kadang.Lalu Bagaimana?

=============Tenangkan jiwamu he he…. Seorang teman berkata, ia sedang sendiri, di sini, sedang istrinya di sana, juga sendiri. Ia ingin pergi ke sana tapi tak bisa. Untung katanya, pasangan ini sejiwa. Merasakan betapa jarak yang jauh ingin menjadi dekat. Kala dekat, kata dia, kami selalu mendapatkan “me time.” Ia selalu memantau keadaan di sebrang, sedang sebrang juga memantau. Sendiri-sendiri, dalam berdua, berdua tapi sendiri-sendiri.

*Saling menghargai satu sama lain, ternyata kunci bagi kedamaian. Memang kadang terasa berontak, ketika orang lain, tapi mereka menjalin komunikasi melalui WA dan videocall. Hubungannya bagai manusia dan corona, harus menjauh untuk mendekat. Mendekat lalu menjauh, lalu rindu. Rindu adalah kayuh rumah tangga mereka, meski masing-masing serasa berada dalam kandang bak kotak karton.Karena itu, katanya, ia tetap di sini, pasangannya di sana, sebab kalau bersama selama berhari-hari tanpa keluar rumah, pasti aka nada pertengkaran. Apalagi bagi kelyarga besar.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini