Tech News, Magazine & Review WordPress Theme 2017
  • HOME
  • Nasional
  • Sumbar
    • Bukittinggi
    • Agam
    • Dharmasraya
    • Limapuluh Kota
    • Padang
    • Mentawai
    • Padang Panjang
    • Padang Pariaman
    • Pariaman
    • Payakumbuh
    • Pessel
    • Sawahlunto
    • Sijunjung
    • Solok
    • Tanah Datar
  • Riau
    • Pekanbaru
  • Politik
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
  • Sports
  • Bola
  • Opini
  • E-PAPER
  • Hukrim
  • Teknologi
  • Index
No Result
View All Result
  • HOME
  • Nasional
  • Sumbar
    • Bukittinggi
    • Agam
    • Dharmasraya
    • Limapuluh Kota
    • Padang
    • Mentawai
    • Padang Panjang
    • Padang Pariaman
    • Pariaman
    • Payakumbuh
    • Pessel
    • Sawahlunto
    • Sijunjung
    • Solok
    • Tanah Datar
  • Riau
    • Pekanbaru
  • Politik
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
  • Sports
  • Bola
  • Opini
  • E-PAPER
  • Hukrim
  • Teknologi
  • Index
No Result
View All Result
Portal Berita Singgalang
No Result
View All Result

Globe Berwarna Merah Darah, Kota-kota Dunia Sunyi Senyap

Selasa, 31 Maret 2020 | 22:14
Indonesiaku

Khairul Jasmi (ist)

Share on FacebookShare on Twitter

Khairul Jasmi

Sejarah buruk sedang memegang pena. Sampai akhir Maret 2020, corona menelan korban yang sudah jadi statistik: 789.281 kasus di 200 negara dengan 166.441 sembuh dan 37.578 orang meninggal.

BACAJUGA

Berdagang Kata-kata

Pada Sebuah Masjid

—————–

Globe telah berwarna merah darah dan kota-kota penting yang sibuk luar biasa, kini sunyi senyap, seolah dunia baru dikembangkan. Di Itali, bagai kota mati, London, Lisabon, Tokyo dan seterusnya semua bagai dalam film. Tak ada orang, jikapun ada satu dua, ia berjalan dalam diam.

Sebelah dunia terus menangis, sebelahnya bertengkar sesamanya. Sambil bertengkar menyalahkan pemerintah. Mereka teggelam dalam medsos dan jejaring komunikasi lainnya, tanpa berbuat apapun. Jangankan untuk orang, untuk dirinya saja tidak.

Sepertinya Tuhan mulai membelokkan takdir dunia, meremukkan semua rencana dan menghempaskan ekonomi ke dinding kapitalisme. Dinding itu rubuh dan ekonomi, pingsan. Terbukti sekali lagi, “uang sendirian mengatur dunia.” Saat ini perusahaan-perusahaan kelas dunia sampai skala kecil kembali berhitung, melakukan pengetatan ikat pinggang. Memangkas belanja, anggaran di-freeze.

Di Padang saja, sudah banyak yang mengeluh dengan apa beras akan dibeli. Uang di tangan tinggal untuk sehari. Jualan sudah tak bisa, sebab pasar sepi, sekolah tutup. Sopir angkutan kota, duduk sembari mengangkat satu kakinya ke bangku-bangku, merisaukan dirinya dan keadaan. Tak ada siapapun di kota ini yang benar-benar bisa berdiam di rumah, guna menghabiskan simpanan, jika ada, apalagi kalau tidak ada.  Keadaan kian memburuk, tak di sini, tapi di seluruh dunia.

Menyelamatkan diri
——————————–
Harusnya keluarga-keluarga, di kota yang paling besar sampai desa terkecil, memandang ke dalam, memeriksa sekoci. Situasi buruk, lambat-laun akan mendesak orang indivualistis. Tindak-tindakan kemanusiaan dan kebersamaan kemudian baru dibangun di atasnya.

Semacam sekarang di Indonesia, perantau pulang, mudik. Mereka tak hendak berhari raya, tapi menyelamatkan diri dari wabah. Di kota, lambang kehebatan satu negara, keadaan kian memburuk. Mereka sudah tak bekerja, uang kost dan biaya hidup jalan terus. Imbauan dari kampung selalu datang, maka pulanglah mereka. Perantau itu, tak hendak membawa sakitnya, ia hanya menyelamatkan diri. Mereka bukan madar, bukan bodoh, tapi solusi apa yang telah mereka dapat, selain yang mereka cari sendiri?

Satu bangsa harus ada rakyat, terotorial dan pemerintahan. Semuanya ada sekarang dan rakyat bergerak meninggalkan rakyat yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain, dalam satu bangsa yang dibangun nenek moyangnya. Saatnya tidak saling menyalahkan, namun menukik pada urusan kemanusiaan. Malah yang terjadi, kita masih bertengkar kenapa tak boleh ke masjid. Otoritas tertinggi dalam agama, yaitu ulama baik sendiri-sendiri maupun melalui MUI, sudah menyatakan, wabah ini berbahaya dan sementara waktu di rumah saja beribadah. Akhirnya saya tahu, walau saya salah, problem tumbuh pada golongan kita dan akan melanyau golongan kita sendiri.

Sekejap mata
———————-
Dalam sekejap mata warna globe berubah menjadi merah darah. Kabar maut muncul dari mana saja. Dunia benar-benar sedang menangis. Air matanya berderai-derai. Sejak SMP saya suka membuat peta buta, sekarang, saya memandang peta tersebut tertegun, apa sesungguhnya yang sedang terjadi dunia, selain wabah corona itu? Manusia tidak siap menghadapi bencana, sehebat apapun bangsanya.

Saya menyasikan sebuah video, di sebuah kota di Itali, warga yang “di rumah saja” mulai jenuh, ia muncul di balkon lalu mendendangkan sebuah lagu, sembari memukul panci. Yang lain muncul pula di balkon dan kemudian menjadi ramai. Nyanyian dalam suasana genting, bagai lagu kematian.

Sementara jalan layang megah perkasa, sunyi senyap, seperti dibangun sia-sia belaka. Seorang warga Indonesia di Itali, ia keluar dari rumahnya dan merekam suasana. Hanya jalan dan mobil serta pagar-pagar yang kaku terlihat. Tak ada sesiapapun kecuali diaBerkeliling rumah, lalu masuk lagi ke rumahnya.

Gambaran situasi sekejap mata dari kehidupan yang ceria, dari negara paling bahagia di dunia sekalipun sampai negara miskin, sama saja, tengkak menghadapi corona. Gagap, gugup dan karapiak panja. Itulah sebabnya, kita harus mengakhiri perdebatan. Tindak-tanduk ekonomi, kata kawan saya, Yosviandri, segera dihentikan dan diganti dengan tindakan sosial massal oleh pemerintah, oleh siapa saja yang punya, untuk membagi sembako kepada rakyat, secepat menghempaskan pintu mobil. Kalau bisa, sebab sekarang masih bisa.

Andaikata
—————-
“Sejarah andaikata” bolehlah dimainkan sekarang, semacam proknosa masa depan satu negeri. Apa akibatnya pada ekonomi, pada kehidupan sosial, keamanan dan kehidupan beragama. Tak mungkin terus-menerus berhenti ke masjid, apalagi bekerja. Mustahil. Tak mungkin selamanya di rumah. Sekarang kita sadar, bukan pelaku start-up lagi yang hebat tapi dokter dan saintis. Dokter kita sekarang sedang lelah, seperti juga dokter di seluruh dunia. Jika ingin memberi salam takzim kepada mereka, sekaranglah saatnya.

Kini pula terbukti untuk apa kantor bertingkat-tingkat jika bisa kerja di rumah. Terbukti pula, kita perlu orang lain, sebab manusia adala makhluk sosial. Terbukti pula, obat harus murah dan perlu dibuat massal, bukan dibisniskan semata. Profesi apa ke depan yang perlu, sebab dunia sedang dicuci, takdir sedang dibelokkan oleh Yang Maha Kuasa. Selama ini, sejauh apa kajian-kajian ilmiah tentang wabah, kajian keagamaan kita sejauh apa pula jika wabah menyerang dunia. Belum ada Lalu, pantaskan kita gila bertengkar ke bertengkar saja?

Dan: Waktu terus berputar, pendulum, bandul yang digatung pada rantai, bergerak ke kiri dan ke kanan dalam bingkai jam, memberi kita kesempatan. Ketika sejarah baru ditulis, dengan pena ketakutan, uang terus bekerja sendirian. Seharusnya masa genting ini, adalah waktu yang sangat tepat kian dekat dengan Tuhan, bukan mengaku merasa dekat-Nya.*

Loading...

#TOPIK #duniasepi#kolomkj

Komentar

#TERPOPULER

Royalti SPR tak Dibayar, Jaksa Bakal Tempuh Proses Hukum

Pengedar Sabu Ditangkap Polres Pariaman

Ini Penyebab Sekda Dipecat Bupati Pessel

Komando PFI Padang Berganti, Putra Tanhar Terpilih Sebagai Ketua

IN MEMORIAM H. BOY LESTARI DT PALINDIH; Pembawa Kayu Bakar Itu Telah Pergi

75 Orang yang Sempat Terjebak di Angso Duo Dievakuasi

Pengerjaan Stadion Utama Sumbar Masuk Tahap Tujuh

Pemuda Mahasiswa Peduli Keadilan Desak Kejati Periksa Gubri Terkait Korupsi Yan Prana

Gantikan Datuk Febby, Anggi Ermarini Pimpin PKB Sumbar

Tanah tidak Diblokir, BPN Padang tak Juga Proses Permohonan Warga

#INSTAGRAM

IKUTI

    Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to connect your Instagram account.

REKOMENDASI

Ada Saja yang Senjang di Matanya
Kolom KJ

Berdagang Kata-kata

Sabtu, 19 Desember 2020 | 12:17
Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi
Kolom KJ

Pada Sebuah Masjid

Jumat, 27 November 2020 | 16:01
Apapun Alasannya, Peserta Didik Jangan Dirugikan di PPDB
Kolom KJ

Gempa Besar Katanya

Sabtu, 14 November 2020 | 16:13
Zikir dan Tarian Lebah
Kolom KJ

Vaksin

Minggu, 8 November 2020 | 13:49
Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi
Kolom KJ

Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi

Rabu, 9 September 2020 | 08:30
Corona dan Paranoid
Kolom KJ

Lain Doa, Lain Perbuatan

Sabtu, 22 Agustus 2020 | 15:12
Menikmati Sentuhan Senja di Kaki Duo Gunung Sekaligus
Kolom KJ

Menikmati Sentuhan Senja di Kaki Duo Gunung Sekaligus

Jumat, 31 Juli 2020 | 18:04
Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf
Kolom KJ

Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf

Jumat, 17 Juli 2020 | 13:56
Corona “Jauh” Bukittinggi Diserbu
Kolom KJ

Corona “Jauh” Bukittinggi Diserbu

Sabtu, 4 Juli 2020 | 16:19
Portal Berita Singgalang

© 2020 Harian Singgalang - dikelola oleh Lokalmu Teknologi.

Tentang Kami

  • Redaksi
  • Iklan & Kerjasama
  • Pedoman Media Siber

Ikuti

No Result
View All Result
  • HOME
  • Nasional
  • Sumbar
    • Bukittinggi
    • Agam
    • Dharmasraya
    • Limapuluh Kota
    • Padang
    • Mentawai
    • Padang Panjang
    • Padang Pariaman
    • Pariaman
    • Payakumbuh
    • Pessel
    • Sawahlunto
    • Sijunjung
    • Solok
    • Tanah Datar
  • Riau
    • Pekanbaru
  • Politik
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
  • Sports
  • Bola
  • Opini
  • E-PAPER
  • Hukrim
  • Teknologi
  • Index

© 2020 Harian Singgalang - dikelola oleh Lokalmu Teknologi.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist