Bab Lain Bernama Panas Bumi, Bukan Panas Hati

×

Bab Lain Bernama Panas Bumi, Bukan Panas Hati

Bagikan berita
Bab Lain Bernama Panas Bumi,  Bukan Panas Hati
Bab Lain Bernama Panas Bumi, Bukan Panas Hati

Gusnaldi Samanwartawan hariansinggalang.co.id

Tak ada yang mulus saat mengeksplorasi panas bumi, terlebih lokasi itu berada di hutan lindung atau areal perkebunan warga. Butuh waktu lama, tantangan hebat, bahkan terkadang harus ‘berdarah-darah’ pula hingga sampai pada titik menjadi energi listrik atau bentuk lainnya.TAK berlebihan jika Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menyebut, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, seyogyanya bisa menularkan keberhasilan pemanfaatan sumber daya alam panas bumi menjadi tenaga listrik.

"Ini sejarah hebat. Pemkab Solsel bersama Forkompida telah berhasil memanfaatkan sumber daya alam ini. Semoga Pak Bupati dan Ketua DPRD beserta seluruh jajaran bisa menjadi duta untuk mensosialisasikan ini kepada seluruh masyarakat Sumbar," ajaknya saat memberikan sambutan pada seremonial beroperasinya secara komersial Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) tahap I oleh PT. Supreme Energy, Muara Laboh (PT. SEML), Senin (17/02/2020) lalu.Bukan apa-apa, lanjut Gubernur Irwan, selama ini dalam pengembangan panas bumi, tak terkecuali di Solsel sendiri, masih ada masyarakat yang masih kurang setuju, bahkan ada terjadi demonstrasi. Mungkin, karena masyarakat yang melakukan hal tersebut belum mendapatkan informasi yang tepat atau mungkin salah.

Untuk itu, katanya, ketika ada yang sudah berhasil dalam perjalanan yang tidak mudah itu, tak ada salahnya dijadikan contoh bagi daerah lain yang juga punya potensi serupa.Seperti diketahui, Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) geothermal ini terletak di  Pinang Awan, Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan. Memulai langkah awalnya sejak 2008, lalu melakukan eksplorasi pengeboran sumur pertama pada 2012, dan baru dirilis beroperasi pada Desember 2019, yang peresmian PLTP tahap I berkapasitas 85 Mega Watt ini pada Februari 2020, dengan nilai investasi sekitar 580 juta dollar US. Sukses Tahap I, selanjutnya PT. SEML akan melakukan pengembangan PLTP Tahap II berkapasitas 65 MW dengan nilai investasi US$400 juta pada tahun 2020 ini.

Proyek PLTP PT SEML ini merupakan proyek nasional, dan termasuk ke dalam Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 jo Perpres no 48 tahun 2011.Yang jelas, sejak menapakkan kaki di Solsel, negeri ‘Seribu Rumah Gadang’ itu, pada 2008 lalu hingga baru menuai hasil setelah 12 tahun kemudian, sungguh sebuah perjalanan yang tak mudah bagi PT SEML tentunya. Dari segi teknologi, mungkin tak masalah, tapi  penolakan yang datang atas nama masyarakat, jauh lebih hebat karena bisa menghentikan kegiatan pengembangan panas bumi dimaksud.

Betapa tidak, lihat pulalah proyek geothermal atau panas bumi di kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok yang dikerjakan PT Hitay Daya Energy, masih terseok-seok. WKP Gunung Talang-Bukit Kili, yang mulai digarap sejak 2016 lalu itu, pun tak lepas dari penolakan warga.Akan halnya pada November 2017 lalu, muncul gelombang massa yang menggalang aksi penolakan tersebut. Umumnya masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dengan menanam padi, kentang, cabe, hingga bawang merah.

Masyarakat dari empat kecamatan di 12 nagari yang mengatasnamakan Himpunan Masyarakat Pecinta Gunung Talang itu, khawatir pembangunan pembangkit listrik itu berdampak bagi lingkungan dan sektor pertanian.Seperti diungkapkan Yas dan Indra, warga setempat yang ikut khawatir dengan pembangunan pembangkit panas bumi dimaksud akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat yang sebagian besar petani. Masyarakat, katanya, juga khawatir eksploitasi sekitar Gunung Talang berdampak terhadap keasrian alam kawasan. Masyarakat banyak bertani dan mengandalkan pengairan. Jika geothermal beroperasi, mereka takut akan kekeringan.

Selain di lokasi proyek, gelombang protes juga tersiar secara online. Di twitter, tagar #SaveGunungTalang mencuat. Salah satunya disuarakan oleh Walhi Sumatera Barat, yang ikut mendampingi warga di sekitar lokasi proyek.Berbagai upaya pun dilakukan. Dan, hingga kini proyek blok seluas 27 ribu hektare yang memiliki potensi listrik panas bumi hingga 65 megawatt (MW) itu, ditargetkan bisa menuai lelah pada 2021 mendatang.

Negeri Kaya EnergiSumatera Barat memiliki potensi energi cukup banyak. Ada 16 titik di tujuh kabupaten. Potensinya disebut-sebut mencapai hingga 1.600 MW, yang pada umumnya masih tidur manis di perut bumi Ranah Minang. Ada di Gunung Tandikek, Singgalang, Bonjol, hingga Talamau. Baru di Solok Selatan, kaki Gunung Kerinci, yang sudah digarap PT SEML, dan pada tahap I telah  menghasilkan 85 MW. Sementara satu lagi, di kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok, PT Hitay masih berjuang keras.

Terkait hal ini, Anggota DPR RI, Mulyadi, mengatakan, pihaknya memberi perhatian khusus pada potensi ini untuk digarap, apalagi Indonesia memiliki 40 persen dari total energi panas bumi.“Khusus potensi di Sumbar, negeri yang kaya energi ini, seharusnya sudah ada beberapa PLTP, dengan demikian rakyat bisa mendapatkan energi terbarukan, yang lebih murah,” ucap wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat ini.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini