[caption id="attachment_67259" align="alignnone" width="640"]
Jhon Derantau sat memberikan materi. (*)[/caption]JAKARTA - Jhon Derantau mengatakan Kritisi film agar membangun perfilman di Tanah Air, diperlukan. Kritik dari wartawan, diperlukan dalam hal ini.
"Jangan segan, meski diundang. Sutradara memerlukan kritikan itu," kata sutradara asal Sumatera Barat itu saat menjadi pembicara workshop kritik film tingkat lanjutan yang pesertanya para pewarta hiburan Tanah Air, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/5/2018).Jhon Derantau mengungkapkan, untuk perbaikan kualitas perfilman tanah air, wartawan diperlukan untuk menulis apa adanya.
"Kritik itu perlu," terang sutradara yang gemar berbicara blak-blakan ini.Pria berusia 47 ini, juga mengungkapkan, peran sutradara saat ini terkontaminasi. Utamanya, semata karena keinginan para investor film.
"Banyak sutradara tidak memiliki kekuatan untuk menolak investor. Mereka harus menurut apa yang investor mau. Hasilnya, film pun jadi tidak punya nilai. Yah, saya pun harus memahami, itu karena tuntutan hidup," jelasnya.Bahkan peran sutradara juga mulai beralih, yang seharusnya hanya semata membuat film, kini, layaknya marketing, memikirkan agar supaya filmnya laku dijual."Sutradara kerjanya membuat film. Bukan menjual atau mempromosikan film. Karena itu, peran wartawan perlu untuk mengkritik, agar film di Tanah Air berkualitas," tuntasnya.Sementara itu, Marselli Sumarno, Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), menyayangkan jika ada pembuat film yang masih berfikiran, membuat film itu sesukanya, tanpa refrensi yang hakikatnya dapat mencerdaskan para penontonnya.
"Tentunya harus ada refrensi. Mulai dari estetika, budaya dan banyak hal lainnya. Kalau tidak, bagaimana suatu film bisa dinikmati," urainya. (dudung)
Editor : Eriandi
