Beras Picu Inflasi, Kementan Harus Perbaiki Data

×

Beras Picu Inflasi, Kementan Harus Perbaiki Data

Bagikan berita
Beras Picu Inflasi, Kementan Harus Perbaiki  Data
Beras Picu Inflasi, Kementan Harus Perbaiki Data

[caption id="attachment_10489" align="alignnone" width="650"] Ilustrasi (net)[/caption]JAKARTA - Faldo Maldini, politisi Partai Amanat Nasional yang kerap mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah menilai, Kementerian Pertanian harus memperbaiki struktur mode produksi kebutuhan pokok.

"Bicara Inflasi dan harga, kita berbicara supply and demand terkait ketersediaan, penawaran yang tersedia dan kebutuhan. Dengan kondisi saat ini-kebutuhan pokok penyumbang inflasi, kita harus memperbaiki structure mode of production," katanya.Soal perbaikan mode struktur produksi, untuk gabah, laju inflasi tentu ironis jika dibandingkan dengan produksi gabah Indonesia pada tahun 2018.

Menurut dia, saat ini struktur mode produksi gabah pemerintah yang dikelola oleh Kementerian Pertanian perlu diperbaiki sehingga beras masih menjadi penyumbang inflasi."Sebagai negara agraris, kita bahkan tidak bisa memiliki kedaulatan pangan. Ini sangat memprihatinkan," sebut dia.

Di sisi lain, untuk memperbaiki hal itu, ia juga menilai pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga harus merubah kebijakan kedaulatan pangan. Sebab sejauh ini, kebijakan yang menyangkut pangan belum mampu menciptakan kestabilan harga di pasaran."Kita tidak bisa menciptakan stability price, hal itu terbukti dari kontribusi PDB sektor pertanian kita menurun bahkan jika dibandingkan saat era Orba-dengan Swasembada pangan-kondisinya sangat ironis sekali sebagai negara agraris," sebut Faldo.

Harusnya, kata dia, pemerintah menjaga alur produksi dan distribusi bahan pokok, "Produksi dan distribusi harus sejalan. Jangan sampai timpang," ujarnya.Terkait impor pun, ia menyebut, jika dibutuhkan, harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan. "Soal impor, kita juga tidak bisa mengatakan kita menolak impor, tapi untuk hal-hal yang tidak kita miliki, tentu kita harus impor seperti beberapa bahan pangan yang tidak ada di Indonesia," tukas Faldo.

Persoalan yang tidak kalah penting adalah perbaikan data komoditas pertanian. Faldo menyebut perbedaan data pasokan komoditas bahan pokok di Kementerian Pertanian, Bulog, Kementerian Perdagangan dan BPS sangat ironis."Saat ini kita lihat, Kementan memiliki data yang berbeda dengan Kemendag, Bulog bahkan BPS. Ini menjadi kondisi yang sangat ironis saat kita punya jargon revolusi industri 4.0, data saja kita tidak beres," ucap dia.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan lembaga terkait juga harus mengurusi Riset and Development (RnD). Sebab, dengan riset bagi dia, negara bisa memberikan posisi tawar yang kuat di sektor pertanian lewat program swasembada."Jangan sampai kita tahu negara kita tidak bisa menghasilkan, kita malah tidak bisa apa-apa dan sekarang kita bisa lihat alokasi APBN, bujet untuk RnD itu sangat kecil, masih 0,6 persen," pungkasnya kemudian.

Apalagi saat ini, sebutnya, dunia sudah menawarkan pengelolaan Big Data. Dengan singkronisasi data yang bisa dilakukan oleh pemerintah, maka sektor pertanian bisa dikelola dengan baik.Badan Pusat Statistik mencatat, laju inflasi Indonesia pada Desember 2018 mencapai 0,62 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) senilai 135,9. Angka tersebut membuat inflasi tahunan pada 2018 menjadi 3,13 persen dari target 3,5 persen.

Menurut data, inflasi bahan makanan mencapai 1,45 persen dan memiliki andil 0,29 persen dari inflasi umum di bulan itu. Sementara kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi senilai 1,28 persen dengan andil 0,24 persen dari total inflasi umum.Data menjelaskan, inflasi yang terjadi selama bulan Desember 2018, salah satunya disumbang oleh beras dengan persentase 0,03 persen. Kondisi ini kemudian cukup kontradiktif dengan pasokan beras pada tahun 2018 yang disampaikan oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 2,7 juta ton.

Catatan Bulog juga menyebutkan bahwa stok awal untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di tahun 2015 adalah 180.286 ton, di tahun 2016 adalah 225.606 ton, tahun 2017 adalah 286.664 ton dan meningkat signifikan di tahun 2018 sebesar 2.368.072 ton (per 30 November 2018).Untuk prognosa beras di akhir Desember adalah 3,8 juta ton. Namun dengan sumbangan laju inflasi tersebut, upaya pemerintah lewat Kementerian Pertanian untuk mengontrol produksi beras dikritik. (arief)

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini