Indonesiaku

×

Indonesiaku

Bagikan berita
Foto Indonesiaku
Foto Indonesiaku

Apapun itu, "kami bangsa Indonesia," jangan remehkan kami. Ikat kepala warna merah kami masih ada. Ke dalam, urusan kami. Begitulah kita. Cinta pada bangsa tak dapat diukur, karena memang tak pernah dilakukan.Kita membentangkan karpet merah bagi pemimpin-pemimpin baru, membiarkannya pergi begitu saja, tatkala sudah lengser. Bergelora dada bicara politik, kempes bicara ekonomi.

Saya bermimpi, Indonesia ini sejahtera. Memang kontribusi politik untuk itu besar namun kalau gila berpolitik saja, habis waktu untuk merenda. Gas ditekan, gigi tak masuk, raung besar, mobil tak jalan, BBM habis. Lalu tahun demi tahun berganti, kian jauh dari tahun awal reformasi.Harap pada reformasi, seperti harap akan tebu, rupanya yang dikasih tibarau. Itu tumbuhan persis tebu tapi tak berair. Ibarat rumah, Indonesia seperti rumah rusak berat habis gempa tempo hari, lalu dapat bantuan kategori rusak ringan, uang habis, rumah tak selesai direhab.

Tiris di mana-mana. Kemudian kaum moralis menetes air matanya, sedih melihat nasib rakyat yang sengsara, tapi sekadar sedih saja, apalah gunanya.Lalu datanglah Ahok yang waktu dia mulai jadi gubernur dipuji. Kemudian mulutnya itu bagai mercon, ember kata orang sekarang. Tak berbandrol, akibatnya "mulutmu harimaumu, yang akan menerkam kepalamu."Kepala Ahok belum juga diterkamnya, suasana sudah makin panas. Ada yang bilang epanas kuali penggorengan. Ahok bagai jelatang di ulu air, gatal orang sepanjang sungai dibuat. Cabut, ambil akarnya, itu obat gatal kena jelatang.

Jutaan orang berdemo 411 ke Jakarta. Putih bagai ladang kapas sesayup-sayup mata memandang. Golongan agama bangkit. Besok ini demo super damai 212 di Monas. Ini fenomena baru dalam blantika politik Indonesia. Demo itu, memaksa para pemegang kekuasaan keluar dari dari bilik-bilik birokrasinya. Birokrasi kandang besi, kata para ahli.Semua kita, yang demo atau tidak, menginginkan Tanah Air ini baik-baik saja dan rakyatnya sejehtera. Indonesia dari Sabang sampai Merauke, yang lagu-lagu wajib disiarkan televisi tengah malam, didahului hymne partai berjam-jam sebelumnya.

Indonesia yang penduduknya sudah terjebak pada berbagai macam kredit, mulai dari HP, kulkas, mesin cuci, motor, mobil sampai rumah, memang perlu ditolong, bukan sebaliknya. Karena itu banyak yang berpesan, peralatlah demokrasi dan kebebasan untuk merawat Indonesia.Bukankah demokrasi adalah sesuatu yang indah, seindah panorama kaki gunung, namun jika didekati, penuh duri, apalagi asal mendekat. Juga asal berkomentar, sembarang meletus saja tanpa data dan fakta. Pilihan sudah dijatuhkan, maka kita memang harus merawatnya, jika tidak maka "uang" akan bekerja dengan hebatnya pula di luar kehebatan kita.

Demokrasi memerlukan lahan yang pas. Jika tidak kerisauan Bung Hatta akan terjadi lagi. Hatta risau karena demokrasi di tangan Bung Karno bagai kuda lepas dari kekangnya. Akibatnya pembangunan terbengkalai, jalur distribusi macet dan harga-harga mahal kemudian rakyat menjerit. Kita tak ingin begitu.Indonesiaku, baik-baik sajalah engkau, kami ingin libur ke negeri-negeri rancak di Indonesia. Untuk itu perlu kenyamanan, keamanan, infrastruktur yang bagus dan uang yang cukup. Kami ingin naik haji, bersedekah, menolong orang lain, bukan berkelahi satu sama lain. (*)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini