Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

×

Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

Bagikan berita
Foto Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah
Foto Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

Oleh: Yulizal Yunus(Pengajar Sastra Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang)

KALAU tidak tergesa saya mengatakan, novel Biografi Syekh Sulaiman al-Rasuli Pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI), Serial Pendiri Ormas di Indonesia “Iniyiak Sang Pejuang (ISP)” Khairul Jasmi (KJ) Tahun 2019, adalah novel sejarah (riwayat tarikhiyah, roman historique). Genre novel fiksi berimensi dokumen sejarah, kaya imajinatif dan sarat fenomena konflik artistik sejarah. Rasanya lebih enak membaca novel KJ ini dibanding membaca sejarah.Fenomena yang dibentang lebih luas dibanding fenomena dalam sejarah. Lihatlah kalimat awalnya alinea-1: “Syekh Sulaiman al-Rasuli wafat! Bendera setengah tiang dikibarkan di seluruh Minangkabau”. (Disusul penggalan kalimat alinea-3) “Tatkala Radio Republik Indonesia Bukittinggi dan Padang mengabarkan....Kalender menunjukkan 1 Agustur 1970”. (Pada alinea-6 memperlihatkan fenomena) “Bendera merah putih yang setengah tiang itu berkibar siang malam selama delapan hari. Tak ada yang menolak ketika Gubernur berbadan pendek itu Harun Zein memerintahkan hal itu. Bergegas rakyat melakukannya...

Fenomena dalam novel lebih bebas dan luas. KJ dalam ISP sedang menarasikan sejarah. Kecenderungan fenomena novel sejarah seperti ini terakhir ditemukan juga pada model novel “Bergolak, Derita Anak Negeri” ditulis dua novelis akademisi Armini Arbain dan Ronidi (FIB, Unanda). Kedua novel ini tergolong baru dalam sejarah sastra di Sumatera Barat. Kedua model cerita ini sama berangkat dari riset (penelitian). Perbedaannya, KJ (wartawan senior, sarjana sejarah alumni UNP) menceritakan tokoh sejarah ulama pahlawan Syekh Sulaiman al-Rasuli, sedangkan Armini Arbain dan Ronidin menceritakan peristiwa pahit getir perang saudara PRRI – APRI yang dampaknya meninggalkan traumatik bagi orang Sumatera Barat, karena sebuah perjuangan yang tak dihargai.Armini dan Ronidin mengungkap: “...Semua pasti merasakan betapa pahitnya penderitaan kita ketika Bagolak...”, sebuah gaya narasi novel sejarah yang kembali membangunkan ingatan kolektif orang Sumatera Barat yang tercabik-cabik akibat peristiwa peri-peri (PRRI) melawan APRI 1958-1961 itu.

Novel dan sejarah sering seperti dua sisi mata uang. Novel genre ini menunjukkan bahwa novel itu tidak fiksi belaka, meskipun fiksinya menjadi energi memekarkan imajinasi. Artinya juga terdapat novel historis. Kecenderungan novel historis ini dalam sejarah sastra dunia pernah didominasi gaya novel-novel Arab sejak awal periode, seperti yang disebut Mohamedou Ahmedou Kabid seorang penelitian dan kritikus sastra Mauritania. Kritikus ini membentangkan pikirannya dalam artikel berjudul “al-Riwayat al-Tarikhiyah al-Haditsah: min Tasrid al-Tarikh ila Tarikh al-Sardi” (Novel Sejarah Modern: dari Narasi Sejarah ke Sejarah Narasi). Artikel kritik sastra ini merupakan sebuah studi terhadap trilogi novel karya Ahmadiyah Mauradu bin Abdul Qadir, dipublikasi al-Faishal, 1 Oktober 2019.Fenomena Sastra Arab yang dominan novel sejarah, disebut juga oleh Jamil Hamdaoui seperti dicatat kritikus Mohamedou Ahmedou Kabid, ada 4 genre (bentuk): (1) novel mendokumentasikan sejarah. Modelnya Novel “Menteri Granada” ditulis Abdul Hadi Boutaleb; (2) Novel yang sarat tegangan artistik sejarah, model novel-novel Georgy Zidan (Jurji Zaidan); (3) Novel menarasifiksikan sejarah, modelnya cukup banyak, seperti novel “al-Zaini Barakat” karya Jamal Al-Ghaitani, novel “Majnun al-Hakam dan al-Alamah” karya Bensalem Hameish, Novel “Jarat Abi Mousa” karya Ahmed Tawfiq dan Novel “Triad Granada” karya Radwa Ashour; dan (4) novel yang sarat dimensi historis, modelnya novel-novel Arab dalam genre narasi sejarah, setara referensi seperti novel Abdul Karim Ghalab khususnya novel Dafn al-Madhi (mengubur masa lalu) dan novel-novel Nabil Suleiman serta novel-novel Naguib Mahfouz (Najib Mahfuz) novelis Arab yang meraih hadiah nobel itu tahun 1998. Nover ISP KJ termasuk novel modern seperti itu yang memperlihatkan genre tasrid tarikh wan tarikh sard (menarasikan sejarah dan sejarah yang dinarasikan).

Lihat gaya narasi KJ menggambarkan kelahiran Inyiak Sang Pejuang. “Menit demi menit yang menegangkan terus berlalu. Dukun beranak siap menyambut kelahiran seorang bayi pada malam yang merangkak naik: Ahad malam Senin 10 Desember 1871 atau Muharram 1297”, sebuah narasi seting waktu matematik dalam sejarah yang tak lazim untuk menunjuk tahun kelahiran tokoh, namun begitu luasnya fenomena dalam novel sejarah.Membaca Novel ISP KJ, penikmat sastra seperti segera diberi tahu, titik berangkat narasi berpangkal dari sejarah seorang ulama pejuang Syekh Sulaiman al-Rasuli. Beda sejarah dengan novel sejarah. Dalam sejarah di samping setting (waktu dan tempat), terpapar fenomena, tetapi terbatas disajikan, tidak saja karena alasan politik dan kepentingan sesaat yang membuat sejarah tak terbebas dari distorsi, juga alasan fakta dan dokumen sejarah yang tersedia, justru dokumen sejarah kejuangan sang pejuang itu, sudah banyak yang tenggelam dan terkubur dalam kabut sejarah.

Novel ISP KJ, yuhadhid (membuai) dengan fenomena yang luas dan lincah. Baru memulai membaca sehalaman dua novel ISP KJ ini, saya langsung menyumbang air mata. Beda ketika membaca karya sastra yang digubah oleh “Inyiak Sang Pejuang” itu sendiri, saya meneteskan air mata juga, tetapi air mata karena terpinkel ketawa saking lucu anekdotnya. Mislanya syairnya tentang pelajar yang peminta-minta (melabai): “....Tetapi kelakuan yang lobo itu/meminta-minta menghancau -hancau/ sekalian jenjang dijelang tentu/ demikian pasar rubu’ dan satu/ segenap hari itu kerja/ melihat kitab sagan hatinya...”.Demikian pula saya dan kawan-kawan Khairul dosen Unand dkk, membaca dan menulis buku sejarah, “Biografi Syekh Sulaiman al-Rasuli” (2019) Inyiak Sang Pahlawan yang dimaksud KJ, tak mengundang air mata, karena terpaku pada fenomena sejarah yang terbatas. Beda novel ISP KJ, membacanya air mata segera mengambang karena memberikan suasana harunya. KJ seorang sastrawan novelis berlatar sejarawan. Ia pandai benar membuat suasana haru dengan yang mengharukan sebagai bagian fenomena sejarah luas yang ditempatkan dalam novelnya.

Novelis sejarawan KJ ini piawai memancing empati. Pensuasanaan haru pada fenomena sejarah dalam alur novel benar-benar mengharukan. Mudah sekali memancing air mata empati penikmat sastra. Keharuan ini memperlihatkan mitos pengukuhan sastra. Mitos sastra itu, seperti disebut Thaha Hussen yang pernah saya kutip dalam Disertasi dan buku saya “Sastra Islam di Indonesia sebelumnya (1991), “al-Adab, yuhadhid sami’ wa l-qari’/ sastra dapat membuai penikmat sastra”.Sastrawan pandai membuat gembira penikmat dengan hal yang menggembirakan dan piawai membuat sedih dan menangis penikmat dengan hal yang sedih. Saya merasa KJ dalam barisan sepiawai itu.

Novel “Inyiak sang Pejuang” KJ ini, tadi diklasifikasi sebagai genre roman historique (riwayat tarikhiyah, novel sejarah). Dr. Emil Ya’qub (1987:218) menyebut historical novel atau Roman Historique atau Riwayat Tarikhiyah (novel sejarah), sebagai cerita panjang. Katanya, Novel Sejarah, “qishshah taduuru haula haditsin tarikhiiyin waqa’a bi l-fi’li (novel sejarah adalah cerita panjang menggambarkan fenomena sejarah yang benar-benar terjadi)”. ISP KJ ini benar sejarah dan terjadi, narasi biografi seorang ulama multi talenta dan pejuang, ialah Syekh Sulaiman al-Rasuli, yang tadi disebut lahir di Canduang Sumatera Barat, 10 Desember 1871 – wafat ditandai pengibaran bendera setengah tiang 1 Agustus 1970.Dari perspektif strukturalis intrinsik, KJ dalam novel sejarahnya ini piawai pengukuhan karakter tokoh. Tokoh utama novelnya ialah pelaku sejarah dari Sumatera Barat ialah Inyiak Sang Pejuang. Inyiak Sang Pejuang ini, benar-benar pelaku sejarah dan pejuang di mata rakyat Sumatera Barat, patut Indonesia memberi pengakuan sebagai pahlawan, nama lengkapnya Syekh Sulaiman al-Rasuli. Ulama pendiri MTI, PERTI, Mahkamah Syari’ah, pernah menjadi anggota legislatif dan memubuka persidangan pleno pertama Konstituante, juga penulis produktif serta sastrawan penyair pujangga lama yang banyak menulis buku-buku sastra terutama syair.

Ia berjuang lewat pendidikan dan kekuasaan legislatif dan kesantunan sastra, tak pernah bisa ditawar kolonial untuk mengendurkan perjuangannya dalam pergerakan Kemerdekaan RI. Ia berani beda dengan Jenderal Simon Spoor yang menganjurkan agresi Belanda. Ia tak gentar mengusir Tuan Graaff pembesar Belanda yang selalu membujuk paksanya untuk meyakinkan rakyat setia kepada Belanda. Tuan Graaff sedih dan ia balik kanan meninggalkan Canduang. ISP KJ mengungkap dalam gaya bahasa satire, menyebut Graaff pembunuh rakyat yang tak ada kamus loyal kepada kolonial. Sikap itu viral.Lihat kelimat respon dari tentara PDRI dalam ISP KJ: “Kabar tamu Belanda yang datang memaksa Sulaiman membujuk rakyat agar setia kepada Belanda itu sampai ke Rimba Raya di hutan pedalaman Sumatera. Para pemimpin PDRI merasa risau jika orang tua itu ditangkap Belanda. Para ulama PDRI di Suliki menulis sepucuk surat. Isinya agar Syekh berkenan mengungsi ke Baruah Gunung demi keselamatan umat dan dirinya....”. Sebuah suasan kerisauan yang beralasan dibangun dalam narasi novel sejarah ini.

Dikesankan ISP KJ, Sulaiman berjuang menggerakkan perjuangan kemerdekaan RI, tidak saja melalui lembaga yang didirikannya seperti kelembagaan pendidikan (MTI), hukum (Mahkamah Syari’ah), politik (PERTI), Budaya (organisasi adat dan organisasi ulama), tetapi juga menggunakan kharismanya sebagai ulama (lihat lebih lenjaut Yulizal Yunus, dkk., Biografi Syekh Sulaiman, 2019) yang Komitmen moralnya tinggi dalam gerakan mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan sebagai roh NKRI masa PDRI melawan agresi Belanda.Selain itu juga dengan ide dan gagasan besarnya dalam bidang hukum, pendidikan, politik, budaya di samping agama sekaligus mengisi kemerdekaan RI. Khusus untuk Minangkabau ia menyelamatkan konsesus dan filosofi orang Minang ABS-SBK dengan membuat intisarinya disebar kepada masyarakat yang adatnya mulai terinfeksi virus jahiliyah modern. Dalam kalimat lain, gagasan besarnya tertuang dalam wacana (text and talk) pidato, artikel, buku, tetapi juga lewat karya sastranya dominan syair.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini