Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

×

Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

Bagikan berita
Foto Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah
Foto Novel “Inyiak Sang Pejuang” Khairul Jasmi Genre Riwayat Rarikhiyah

Di antara karya sastra Sulaiman Inyiak Sang Pejuang ini: (1) Syair fragment (genre novela mini digubah dengan gaya syair) dengan judul “Pedoman Hidoep Orang Minangkabaoe Nasehat Siti Boeiman Menoeroet Goresan Adat dan Syara’ “, dengan tokoh utama Siti Budiman dengan dua anaknya Muhammad Arif yang diidamkannya menjadi orang besar alim atau penghulu, serta anak perempuannya Siti Arifah diharapnya pandai mengurus rumah tangga; (2) Syair 6 Rislah, 6 cerita yang berkisah tentang situasional masyarakat yang adat istiadatnya terinfeksi jahiliyah modern. Ia ingin memperbaiki masyarakatnya dan menahannya untuk tetap tinggal di tengah masyarakat kampungnya itu, dengan mengurungkan niat tinggal di Makah, Arab Saudi. Ia sangat nasionalis; (3) Tsamarat al-Ihsan fi Wiladat Said al-Anam yang mengajak untuk mengikuti risalah Islamiyah yang dibawa Nabi SAW.Luar biasa nilai edukasi syair Inyiak Sang Pejuang ini, sekaligus teks syair dengan fragmentnya dapat dijadikan model pembelajaran modern dan menjadi mawaad ta’limiyah (mater ajar) pendidikan islam dalam masyarakat. Lihat di antara nilai didik (edukasi) dalam fragment cerita bersyairnya dalam antologi syair “Siti Budiman”. Siti ini mengajari anaknya Muhammad Arif menjadi generasi bangsa yang cerdas siap mengamanahkan dan mengisi kemerdekaan. Di antara ajarannya seperti yang pernah dikutip dalam Disertasi saya sbb.:

Kejantanan untuk anak                           Mana ketuju boleh pakaiAsal cukup rukun syaratnya                    Satu menjadi orang alim

Suluh bendang dalam nagari                  Cermin terus dalam sukuTempat bertanya di nan banyak              Dua menjadi saudagar

Atau orang kaya dalam nagari                Tempat bertenggang di nan bangsatPeulas orang keputusan                          Ketiga menjadi Amtenar

Jadi orang jadi jaksa                               Jadi Demang dan sebagainyaPagar besi di nagari                                Kerja menjaga keamanan

Keempat jadi penghulu                           Kayu gadang di tengah kotoTempat berlindung di rakyat                   Kok bajalan batungkek budi

Kok duduk batungkek neraca(Syekh Sulaiman al-Rasuli, Pedoman Hidoep di Alam Minangkabau Nasihat Siti Boediman Menoeroet Garisan Adat dan Syara`.(Bukittinggi: Tsamaratoel Ichwan, 1930), h.25).

KJ dalam novelnya ISP, juga mengutip syair Inyiak Sang Pejuang ini, baik surat-surat kepada isterinya maupun syair yang termuat buku syairnya sebagai wacana meredakan konflik perdebatan khilafiyah 40 masalah agama ketika itu. Tapi beda, KJ mengutip syair Inyiak bukan sekedar bukti, tetapi mendukung pensuasanaan fenomena dalam narasi sejarah dalam novel. Novelnya tak sepanjang Disertasi, tetapi pengaruhnya luar biasa pada pembaca (terutama penikmat sastra). Disertasi saya tulis Lebih 400 halaman tentang Inyiak Sang Pejuang ini. Membacanya jangankan memancing air mata, malah saya tersipu sendiri, siapa orang yang akan membacanya buku setebal ini dan sangat akademik lagi. Paling kalau akan berdecak, ya tentu minoritas elit akademik saja.Sedangkan KJ menulis novel ISP (Inyiak Sang Pejuang), tak setebal itu, tapi baru membacanya pada pada alinea-4 saja, kita sudah menyumbang air mata. Lihatlah penggalan alinea ke-4 yang menggambarkan suasana haru mendengar wafatnyanya sang pejuang: “Seorang murid kelas VII di sekolah tua di Candung sebuah desa yang bersandar ke gunung merapi, menangis. Ia menghapus air mata dengan ujung selendang putihnya...”.

Kalimat empati KJ luar biasa, memperlihatkan mitos pengukuhan sastra. “al-Adab, yuhadhid sami’ wa l-qari’/ sastra membuai penikmat sastra”. Ia membuat gembira penikmat dengan hal yang menggembirakan dan membuat sedih menangis penikmat dengan hal yang sedih dan mengharukan. Lihat gaya bahasa elegi KJ menutup ISP: “Sulaiman telah pergi, yang pergi jasadnya yang tinggal ilmunya. Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Kini pusaranya dijaga dengan ilmu oleh guru, murid MTI dan warga nagari itu siang dan malam. Di pusara itu tertulis, teruslah membina Tarbiyah Islamiyah. Ini sesuai dengan dengan pelajaran yang ku berikan.(*) 

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini