Oleh: M.Nursi/Kandidat Doktor UNP 2020Tidak rahasia lagi adanya fenomena kemerosotan motivasi belajar mahasiswa dewasa ini, bukan hanya secara umum dan terjadi di berbagai daerah tetapi juga menggejala di Kota Padang. Gejala tersebut selain berpotensi mengancam kelancaran studi dan harapan masa depan mahasiswa itu sendiri, tetapi juga berdampak buruk terhadap kualitas lulusan perguruan tinggi, bahkan kualitas generasi bangsa ke depan. Namun nilai penting dan strategis apa yang dapat atau mesti kita ambil untuk disikapi dan ditindak sebagai solusinya?
Cukup banyak dan meluas di berbagai daerah gejala itu muncul, salah satu contoh kasus, penelitian Tahrir (2018) mengungkapkan bahwa hampir 60 % mahasiswa tidak siap menjalani kuliah tatap muka dengan baik,indikatornya tidak siap mempresentasikan tugas dengan alasan tidak punya referensi, malas hadir kuliah, tidak acuh atau terus ngobrol ketika dosen menerangkan, dosen harus menunggu sampai mahasiswanya masuk kelas, tidak mengembalikan tugas untuk ditampilkan, apalagi saat ujian (tengah dan akhir semester) masih banyak ditemui melihat buku, catatan, dan nyontek, sehingga jawabannya cenderung dengan bahasa buku “teks” (copy paste) dan seragam. Karenanya saat ujian usai, ketika koreksian selesai atau setelah nilai diserahkan oleh dosen/diinput, tidak jarang dosen berkomentar negatif yang mengindikasikan kekecewaannya.Deskripsi demikian sejalan dengan hasil survey penulis terhadap mahasiswa Prodi PPKn pada perguruan tinggi di Kota Padang (Maret 2017) yang dijadikan objek penelitian. Hasilnya, rata-rata skor motivasi kuliah mahasiswa adalah 42,6 (sangat rendah), hanya 12,5 % saja yang relatif bermotivasi tinggi, sedangkan 87,5 % lainnya bermotivasi rendah.
Kondisi demikian jelas mempertegas realitas adanya problem motivasi belajar mahasiswa. Tidak salah Theobal (2006) menyatakan bahwa in the 21st century, it becomes complex task and one of the biggest challenges for the teachers to motivate the students(Pada abad 21, salah satu tugas berat yang menjadi tantangan bagi guru/dosen adalah memotivasi peserta didik).Fenomena kemerosotan motivasi belajar mahasiswa tersebut tentu saja memprihatinkan kita semua khususnya yang mengabdi di dunia pendidikan apalagi bagi orang tua, sementara mahasiswa prodi PPKn yang bakal menjadi guru PKn nantinya justru akan dihadapkan pada tantangan tugas dan tanggung jawab fungsional yang lebih berat lagi, karena di satu sisi dituntut membangun karakter siswa menjadi WNI yang baik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, namun di sisi lain para siswa semakin leluasa terdampak negatif oleh kemajuan teknologi informasi.
Ditengah kondisi seperti sekarang, para orang tua patut bersyukur jika anaknya sebagai mahasiswa masih punya motivasi belajar yang kuat, karena memiliki bangun atau proses psikis yang memberi semangat, arah, dan kegigihan belajar. Perilakunya penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam perilaku belajarnya terlihat: 1). Tekun menghadapi tugas, 2).Ulet menghadapi kesulitan belajar (tidak lekas putus asa), 3). Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, 4).Lebih senang bekerja mandiri, 5). Tidak cepat bosan terhadap tugas-tugas yang rutin, 6). Dapat mempertahankan pendapatnya,7).Tidak cepatmenyerah terhadap hal yang diyakini, dan 8). Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.Kondisi yang memungkinkan terbentuknya motivasi belajar tersebut dapat dipengaruhi oleh:1).Cita-cita atau aspirasi, 2). Kemampuan belajar; aspek psikis dalam diri mhs: misalnya kecermatan, perhatian, ingatan, daya pikir, fantasi. 3). Kondisi mahasiswa: kesatuan psikofisik yang berkaitan dengan kondisi fisik, dan psikologis. 4). Kondisi lingkungan: dapat meliputi unsur sehat, kerukunan, ketertiban pergaulan, rasa aman, tentram, tertib, dan indah. 5).Unsur-unsur dinamis dalam belajar, seperti keadaan emosi, gairah belajar, situasi dalam keluarga dan lain-lain. Kemudian 6). Upaya guru itu sendiri dalam pembelajaran.
Dari uji hipotesis penelitian penulis diperoleh hasil bahwa factor/variabel harapan masa depan/cita-cita berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mahasiswa. Artinya, semakin kuat, komit, dan konsisten mahasiswa terhadap harapan masa depan atau cita-citanya, maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya.Hasil uji hipotesis tersebut sejalan dengan penelitian Umar (2010) dan Rokhim(2013)yang membuktikan bahwa variabel “harapan” berpengaruh positif terhadap motivasi belajar, sebagaimana dikemukakan juga oleh Vroom (1964) bahwa motivasi merupakan akibat atau hasil dari keinginan untuk mencapai suatu harapan (Locke, 2008, dan Burns,2010).
Kemudian hasil penelitian penulis mengungkapkan bahwa kompetensi dosen berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mahasiswa. Hal ini membuktikan bahwa kompetensi dosen memiliki peranan penting dan strategis dalam pembelajaran, karena efektif tidaknya suatu pembelajaran erat hubungannya dengan kompetensi dosen (Long, 2013). Bahkan dosen yang kompetensinya memadai juga mampu menciptakan kondisi kelas dan iklim yang kondusif untuk belajar mahasiswa (Isnaini, 2016).Selain itu, hasil uji hipotesis penelitian penulis juga menunjukkan bahwa kondisi diri mahasiswa berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mahasiswa. Hal ini terjadi karena kondisi diri mempengaruhi konsentrasi, perasaan, pandangan, dan atau sikap subjektif diri mahasiswa sendiri, yang selanjutnya bisa mempengaruhi kondisi motivasi belajar mahasiswa itu.Selanjutnya, hasil uji hipotesis mengungkapkan bahwa variabel lingkungan berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mahasiswa. Artinya semakin positif atau kondusif lingkungan mahasiswa maka semakin tinggi motivasi belajar mahasiswa. Seperti halnya penelitian Akbar (2012) mengemukakan bahwa lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar, baik secara parsial maupun secara kolektif.Terakhir,konsep diri mahasiswa berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mahasiswa. Artinya, semakin baik dan positif konsep diri mahasiswa maka semakin tinggi pula motivasi belajar mahasiswa. Positifnya pengaruh konsep diri juga terungkap dari penelitian lain, sebagai missal dari studi Meichenbaum (2010), penelitian Prabadewi (2014),Nur (2016), Massang (2016),Sriyono(2018), Novilita (2013), Safira (2018), Saragi, dkk.(2018).
Dari penelitian penulis, lima variabel berpengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa tersebut memiliki nilai koefisien: 1) Harapan masa depan/cita-cita (profesi guru PKn) (X1) sebesar 4,96%, 2) Kompetensi dosen (X2) 4,30%, 3) Kondisi diri mahasiswa (X3) 7,02%, dan 4) Lingkungan mahasiswa (X4) sebesar 4,77%. Sedangkan variabel konsep diri (11%), sehingga berjumlah 32,05%. Sejumlah 67,95% lagi dipengaruhi oleh variabel lain.Secara umum, koefisien pengaruh masing-masing variabel tersebut relatif kecil, namun berpengaruh positif. Di antara lima variabel tersebut, variabel konsep dirilah yang relatif lebih berpengaruh. Oleh karena itu konsep diri merupakan variabel sentral dan lebih kontributif dalam mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa.
Atas dasar itu, dalam menyikapi dan menindaki masalah motivasi belajar mahasiswa termasuk dalam artian meningkatkannya, kiranya lebih tepat ditekankan pada persoalan konsep diri mahasiswa, dengan tanpa mengabaikan proporsionalitas variabel atau faktor lainnya.Kepedulian pihak-pihak stakeholders pada problem motivasi belajar mahasiswa, baik dari dalam maupun luar perguruan tinggi terkait, semestinyalah menyikapi dan menindakinya secara terprogram dan berkelanjutan. Dapat dimulai dari kebijakan institusional sampai pada kearifan teknis operasional dengan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten. Untuk itu bukan tidak mungkin dimulai dengan produk ”tes motivasi” terhadap calon mahasiswa melalui rekayasa soal atau materi interview, dan/atau sosialisasi motivasi belajar dengan kemasan program/aktivitas yang mencerahkan. (*)
Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi untuk penyelesaian S-3 pada Prodi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Padang, dengan Tim Promotor: Prof. Dr. Azwar Ananda, MA., Prof. Dr. Mukhaiyar, dan Prof. Dr. Mudjiran, M.S., Kons.).
Editor : Eriandi