“Semua ini harus diselesaikan bersama-sama oleh seluruh penduduk bumi. Kita harus bekerja sama, salah satunya melalui skema berusaha yang ramah lingkungan,” katanya.Menurut Gobel, tiap negara, sesuai Paris Agreement, memiliki target masing-masing untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, pada tahun 2030 tingkat emisi gas rumah kaca ditargetkan -140 juta ton CO2e.
“Semua itu merupakan upaya untuk mencapai netral karbon atau net-zero emission (NZE), yaitu serapan emisi GRK seimbang atau bahkan lebih tinggi daripada tingkat emisi GRK,” katanya.Untuk mencapai NZE itu, katanya, dilakukan melalui sektor kehutanan, energi, pertanian, industri (industrial process and product uses/IPPU), dan pengelolaan limbah.
Ia mengakui, peran dominan ditanggung sektor kehutanan dan kemudian energi. Lainnya memiliki kontribusi yang kecil.“Dalam kerangka itu, kami mengundang pihak Jepang untuk turut berkontribusi bagi pencapaian NZE di Indonesia tersebut. Melalui carbon credit, ada banyak skema yang bisa dilakukan untuk membangun kerja sama yang saling menguntungkan. Indonesia memiliki lahan yang sangat luas untuk berinvestasi sekaligus berkontribusi bagi tercapainya dunia yang hijau, nyaman, bersih, dan berkelanjutan. Ada banyak bidang yang bisa dikerjasamakan,” katanya.
Gobel mencontohkan, salah satu grup BUMN di Indonesia, yang bergerak di sektor perkebunan, memiliki potensi penyerapan karbon mencapai 39,37 juta ton CO2 per tahun.“Kontribusi terbesar melalui tegakan pohon kelapa sawit, tebu, dan karet. Selain itu, juga melalui program decarbonization dalam hal pengelolaan POME, perubahan pupuk dan pestisida, dan proses pengolahan. Tiga hal inilah yang menjadi sumber emisi GRK, sehingga tiga hal ini yang harus diperbaiki. Inilah salah satu contoh potensi terbaik yang bisa dikerjasamakan,” katanya.“Indonesia sangat berkomitmen dan bersungguh-sungguh untuk mencapai net-zero emission. Kita ingin mewariskan hal-hal baik bagi generasi pelanjut kita. Kita ingin berkontribusi bagi masa depan planet kita. Hakikatnya kita tinggal di rumah yang sama. Hanya kebetulan namanya Jepang dan Indonesia. Tapi kita menghirup udara yang sama, darah kita sama berwarna merah, dan kita berada di bawah matahari yang sama. Mari kita selamatkan peradaban manusia yang terlalu indah untuk dihanguskan,” katanya.(*)
Editor : Eriandi