PADANG - Di Sumatera Barat ada usaha gorengan yang minyaknya diganti sekali 6 bulan saja. Kondisi itu menunjukan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap bahaya minyak jelantah.Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pembina Komunitas Saiyo Jelantah, Irwan Afriandi pada pelantikan dan pengukuhan pengurus Komunitas Saiyo Jelantah periode 2023-2025 di Hotel Pengeran Beach, Rabu (15/3).
Diakuinya, kesadaran masyarakat terkait penggunaan minyak jelantah di Sumbar masih minim. Sehingga ada yang memanfaatkan berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu ada yang dibuang begitu saja."Dalam salah satu kunjungan pada tempat gorengan, kami menemukan ada minyaknya tidak pernah diganti, hanya diganti sekali dalam enam bulan,"ungkap Anggota DPRD Sumbar tersebut.
Padahal, anjurannya kalau itu minyak curah hanya boleh sekali pakai, kemasan boleh tiga kali. Perlu disadarkan masyarakat. Dimulai dari komunitas.Dikatakannya, kehadiran Komunitas Saiyo Jelantah dapat memberikan sosialisasi pada masyarakat akan bahaya minyak jelantah. Bagaimana menjaga kesehatan dan lingkungan.
"Saya berharap komunitas dapat memberikan sosialisasi pada masyarakat bahaya minyak jelantah. Untuk kesehatan bisa menimbulkan penyakit. Jika dibuang sembarangan akan merusak lingkungan,"sebutnya.Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Asben Hendri mengatakan pengelolaan minyak jelantah hendaknya mempertimbangkan lingkungan dan kesehatan. Untuk itu pemerintah daerah mendukung pengolahan minyak jelantah.
Dikatakannya, hingga kini pemanfaatan minyak jelantah untuk pengolahan menjadi produk baru masih minim. Sehingga diperlukan peran aktif masyarakat terutama komunitas dalam meningkatkan serapan tersebut.Selain itu, Asben menekankan pada pentingan informasi terkait dengan minyak jelantah itu sendiri. Terutama dampaknya bagi kesehatan.
"Ini perlu peran kita bersama-sama, sebaiknya ada penelitian. Sejauh mana minyak jelantah ini dampak buruknya pada kesehatan. Data ini nantinya yang kita sampaikan, karena sosialisasi tanpa dasar yang kuat juga sulit," ujarnya.Dikatakannya, ada informasi pemanfaatan minyak jelantah yang berulang-ulang berpotensi merusak kesehatan. Baik menyebabkan kanker atau gangguan kesehatan lainnya."Namun begitu, hingga kini belum ada kejelasan medis yang menyatakan satu gangguan kesehatan disebabkan minyak jelantah,"ujarnya.Untuk itu perlu ada penelitian, sehingga ada kepastian informasi. "Masyarakat sekarang itu sudah kritis. Ketika kita melakukan sosialisasi, mereka butuh data. Tanpa data mereka tidak bisa menerima begitu saja,"ujarnya.
Disebutkannya, konsumsi minyak sawit di Indonesia mencapai 16, 32 juta kilo liter. Menghasilkan minyak jelantah sebanyak 6, 46 juta kilo liter, jumlah itu baru sekitar 3 juta yang dimanfaatkan."Dari jumlah itu sebagian besar digunakan untuk bio diesel. Minimnya pemanfaatan disebabkan berbagai hal, "sebutnya.
Ketua Komunitas Saiyo Jelantah, Diky Kurnia mengatakan, saat ini komunitas tersebut sudah bergerak melakukan sosialisasi bahaya minyak jelantah pada masyarakat. Dalam berbagai pertemuan dan kegiatan, Komunitas Saiyo Jelantah terus menyampaikan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan dari minyak jelantah.Selain itu, komunitas juga aktif mengumpulkan minyak jelantas dari pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selain itu dari rumah tangga, kafe, hotel dan restoran yang menghasilkan limbah minyak jelantah.
Dikatakannya, minyak jelantah atau minyak bekas sisa penggorengan yang dipakai beberapa kali bisa menyebabkan kolesterol, obesitas dan potensi terkena kanker.Menurutnya, potensi minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk. Diantaranya, untuk bio diesel, sabun dan sejumlah produk lainnya.
Editor : Eriandi