Rencana Kenaikan Pajak BBM Non Subsidi di Sumbar Guna Hindari Kesenjangan Harga

×

Rencana Kenaikan Pajak BBM Non Subsidi di Sumbar Guna Hindari Kesenjangan Harga

Bagikan berita
Foto Rencana Kenaikan Pajak BBM Non Subsidi di Sumbar Guna Hindari Kesenjangan Harga
Foto Rencana Kenaikan Pajak BBM Non Subsidi di Sumbar Guna Hindari Kesenjangan Harga

PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengakui ada rencana kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) untuk non subsidi. Alasannya agar tidak terjadi konsumsi kuota BBM Sumbar ke daerah lain."Benar, tapi baru rencana. Ini kesepakatan kita seluruh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) se Sumaera,"sebut Kepala Bapenda Sumbar, Maswar Dedi Jumat, (23/6/2023).

Dikatakannya, sebelumnya Sumbar menetapkan pajak untuk BBM non subsidi hanya 7,5 persen. Sementara daeraih Riau, sudah menetapkan pajak BBM non subsidi pada angka 10 persen.Dengan kondisi itu terjadi selisih harga antara Sumbar dengan Riau. Akibatnya, kuota minyak Sumbar banyak dikonsumsi oleh kendaraan dari Riau.

Agar tidak terjadi kesenjangan harga tersebut, akhirnya Bapenda se Sumatera menyepakati, harga minyak non subsidi satu harga. Yakni, sama-sama menaikan menjadi 10 persen."Jika kita samakan menjadi 10 persen, harga BMM non subsidi di Sumatera menjadi sama. Tidak ada lagi kesenjangan ketersediaan,"ujarnya.

Menurutnya, langkah itu juga tidak akan mengganggu perekonomian masyarakat kecil dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebab, yang mengkonsumsi BBM non subsidi adalah orang kaya, bukan masyarakat tidak mampu."Kalau untuk pajak BBM subsidi masih 5 persen. Sama dengan daerah lain di Sumatera,"ujarnya.

Diakuinya, saat ini rencana itu belum berjalan. Masih dalam pembahasan dengan DPRD Sumbar. Karena untuk memberlakukannya dibutuhkan perangkat hukum, berupa peraturan daerah (Perda)."Rencana peratuan daerah sudah disetujui bersama dengan DPRD. Jadi ini bukan keputusan Pemprov Sumbar sendiri. Tapi bersama-sama dengan DPRD nantinya,"ungkap Dedi.

Saat ini masih dalam tahap evaluasi di Kementerian Dalam Negeri RI. Usulan kenaikan ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah dimana pada pasal 26 ayat (1) disebutkan Tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen).Disebutkannya, secara aturan tertinggi undang-undang memberikan ruang pemungutan pajak BBM non subsidi dapat dilakukan maksimal 10 persen.

"Aturannya kita bisa memungut hingga 10 persen. Jika kita pungut sebanyak itu, kenaikannya juga tidak signifikan. Apalagi harga minyak non subsidi fluktuatif. Tidak menetap, kadang turun kadang naik,"pungkasnya.Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertashop Sumbar Bersatu Rahmadanur bersama pemilik Pertashop Bayu Vesky dan Two Effly menyebut, kenaikan pajak BBM non subsidi akan berdampak pada dunia usaha.

Contoh sektor pertambamgam batu bara, perhotelan, perkebunan dan pabrik produksi lainnya.Peningkatan pajak itu diyakini akan berdampak pada peningkatan harga jual. “Peningkatan harga jual pastilah dibebankan kepada konsumen. Rakyat akan bertambah sulit, ini aneh,” katanya.

Data Asosiasi Pertashop Sumbar Bersatu, jumlah Pertashop di Sumbar ini 400 titik lebih, kalau kebijakan ini dilakukan Pemprov, disparitas subsidi dan non subsidi akan makin tinggi.Sementara itu, anggota DPRD Sumbar Hidayat menilai, peningkatan PBBKB untuk BBM non subsidi akan memdorong masyarakat kembali ke produk bersubsidi.

“Tidak tertutup kemumgkinan sumbar kembali akan mengalami jebol kuota subsidi dan ini bisa memicu pada kelangkaan seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Hidayat, politisi Partai Gerindra yang dikenal pembela rakyat kecil.(yose)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini