JAKARTA - Gangguan tumbuh kembang anak berupa stunting masih menjadi masalah kesehatan nasional yang mendapat perhatian serius dari pemerintah kita. Mengacu pada hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6%.Meski telah mengalami penurunan dari 24,4% di tahun 2021, namun angka prevalensi stunting ini masih belum memenuhi standar WHO yang semestinya tidak lebih dari 20%.
Dalam strategi nasional, pemerintah menargetkan penurunan stunting hingga ke angka 14% pada 2024.Dalam Webinar Nasional Asupan Hewani Untuk Tatalaksana Stunting yang diselenggarakan pada 30 Agustus 2023, Dr Nur Aisiyah Widjaja SpA (K), mengingatkan pentingnya memperhatikan asupan gizi anak dimasa makanan pendamping ASI atau yang biasa dikenal MPASI. Karena penyebab stunting yang sering ditemukan adalah pemberian MPASI yang tidak adekuat.
Dr Nuril mengungkapkan bahwa 60,6 % stunting terjadi antara lahir sampai usia 2 tahun, dan 28% terjadi antara usia 2-5 tahun."Setelah anak berusia 6 bulan, konsumsi ASI saja (eksklusif) tak lagi mampu mencukupi kebutuhan gizinya," katanya.
Dia menjelaskan, ketika anak menginjak usia 6 bulan, kandungan zat gizi makro terutama protein, lemak, dan karbohidrat pada ASI akan mengalami penurunan. Ketika anak berusia 6-8 bulan kandungan gizi ASI berkurang 30%, lalu pada usia 9-11 bulan berkurang lagi hingga 50%, dan selanjutnya terus berkurang hingga 70%."Kandungan zat gizi mikro seperti zat besi dan zink di dalam ASI juga mengalami penurunan hingga 95 – 97% setelah anak berusia 6 bulan," papar dr Nuril.
Lebih lanjut, dr. Nuril juga memaparkan temuan bukti data bahwa balita weight faltering yang tidak segera diintervensi menyebabkan penurunan status gizi akut (BB kurang/sangat kurang) dan kronis (stunting)."Bukti menunjukkan balita stunting diawali dengan weight faltering di usia < 1 tahun dan kondisi kekurangan gizi menahun (kronis)," kata dr Nuril.
Untuk meningkatkan kualitas MPASI, langkah penting yang dapat dilakukan adalah meningkatkan konsumsi protein hewani. Mencukupi asupan protein hewani dipercaya efektif untuk mencegah kondisi stunting pada anak.Sebagaimana diketahui, dibandingkan protein nabati, konsumsi protein hewani seperti telur, daging sapi, daging ayam, ikan, susu, dan sebagainya, mengandung lebih banyak lemak (sekitar 30-40%), vitamin B12, vitamin D, DHA, zat besi, dan zinc yang diperlukan anak untuk mendukung pertumbuhan anak."Konsumsi protein hewani penting untuk pertumbuhan anak. Sebabnya, di dalam tubuh kita ada sensor pertumbuhan yang bernama mTOR (mammalian target of rapamycin). Sensor ini akan menyala apabila kadar asam amino esensial di dalam darah cukup tinggi," katanya."Ketika sensornya sudah menyala, tubuh akan mampu melakukan proses sintesa protein dan sintesa lemak secara baik sehingga pertumbuhan anak berlangsung normal. Jenis asam amino esensial yang diperlukan untuk menyalakan sensor ini hanya bisa diperoleh dari konsumsi protein hewani,” jelas dr Nuril.
Sayangnya, hingga saat ini konsumsi protein hewani di Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya 9,58 gram untuk kelompok ikan/udang/cumi/kerang, 4,79 gram untuk kelompok daging, dan 3,37 gram untuk kelompok telur/susu."Agar bisa memenuhi target pertumbuhan normal, porsi konsumsi protein hewani perlu diberikan secara tepat sesuai dengan usia dan kondisi anak," jelasnya.
Misalnya, tambah dr Nuril, pada anak sehat berusia 6-11 bulan yang rata-rata memerlukan kenaikan berat badan antara 200-400 gram per bulan, kebutuhan protein hewani hariannya adalah sekitar 15 gram yang bisa diperoleh dari konsumsi 1 butir telur (6 gram) dan 1 ekor ikan lele (11 gram). Dan begitu pula pada anak usia 1-2 tahun membutuhkan 20 gram protein dan usia 3-5 tahun 25 gram protein, sehingga juga dibutuhkan konsumsi protein hewani yang cukup ,” jelas dr. Nuril.Dalam rangka mengejar terget penurunan stunting hingga 14%, dalam tata laksana stunting penting untuk memperhatikan Protein Energy Ratio (PER).
Panduan ini dapat digunakan untuk optimalisasi kekurangan energi dan protein pada kondisi undernutrisi sehingga terpenuhi sebagai terapi nutrisi untuk tumbuh kejar (catch up growth) dan bisa ditoleransi dengan baik.“Dengan berpedoman pada PER, dapat diketahui untuk menaikkan berat badan dengan cepat yaitu antara 10-20g/kgBB/hari diperlukan asupan makanan dengan rasio protein energi sebesar 8,9-11,5%. Sedangkan untuk penambahan berat badan yang lebih besar, bisa diberikan makanan dengan PER 10-15%,” jelas dr Nuril.
Editor : Eriandi