Malam sudah larut untuk ukuran Kota Padang, hampir jam setengah 12 malam waktu Kuala Lumpur. Namun, kami baru menjajakkan kaki di kawasan Bukit Bintang, kawasan pusat hiburan dan perbelanjaan ternama di Kuala Lumpur Malaysia.
Bukit Bintang kini dan 20 tahun lalu masih seperti itu, semakin larut semakin ramai. Meski pernah diguncang ledakan granat tangan pada tahun 2014 dan pernah pula sempat sepi akibat covid-19, Bukit Bintang kini kembali seperti dahulu, ramai dengan suasana urbannya.
Sayang, hotel tempat kami menginap tidak berada di sekitar Bukit Bintang sehingga harus menggunakan Grab dengan jarak tempuh sekitar 15 menit. Dan, di antara riuh suara mobil, kami dari rombongan mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang mencoba menjajal kawasan yang katanya tidak pernah tidur dan tak pernah sepi.
Banyak alasan kenapa kawasan ini begitu ramai dan menjadi pilihan utama bagi wisatawan untuk menghabiskan malam. Pertama, tentu saja karena ada mal legendaris, Plaza Sungei Wang yang super lengkap dengan harga cukup murah di kantong untuk berburu oleh-oleh. Plaza ini buka sampai jam 10 malam. Ada juga Berjaya Square, mall terkenal yang juga jadi incaran wisatawan untuk berbelanja. Selain itu, ada berbagai department store yang menjual barang-barang fashion branded terkenal dunia, seperti Calvin Klein, Dolce & Gabbana, Marc Jacobs dan lain-lain.
Namun, selain belanja fashion, daya tarik utama lainnya di Bukit Bintang adalah pusat kulinernya. Jalan Alor di Bukit Bintang dipenuhi oleh berbagai warung makanan dengan kursi-kursi pengunjung yang meluber ke jalanan. Hingga tengah malam, kedai-kedai kuliner di sepanjang jalan Bukit Bintang itu menjadi tempat tongkrongan wisatawan low budget dan yang ingin mencoba pengalaman kuliner dari berbagai negara. Meskipun demikian, wisatawan muslim tetap harus berhati-hati dengan makanan non halal yang dijual di sana. Beberapa pelayan warung, nampak dari keturunan Melayu, menawarkan kami singgah untuk makan sambil berkata, "Halal, halal".
Namun, kami sedang tidak ingin makan dan hanya mengangguk serta memberi senyuman pada para pelayan yang memberi tawaran itu. Seorang rekan, Oktafriel, tertarik dengan buah mirip rambutan tapi dengan ukuran lebih besar dan warna merah lebih pekat.“Bisa beli seperempat?” katanya yang dijawab senyuman oleh penjual buah. Akhirnya, Okta membeli setengah kilogram dari penjual berketurunan India itu, Rabu (24/4).
“Sedikit lebih manis dari rambutan,” ujar Okta, seorang penyiar berita di Padang TV.
Bukit Bintang seperti menjadi tempat menyatukan para wisatawan dari berbagai negara. Terlihat dari wajah maupun cara berpakaian. Dari pengunjung yang berpakaian muslim, kasual, hingga pakaian seksi, semua berkumpul di sana. Namun, yang pasti, tak ada kecemasan saat keluar malam. Satu lagi, jangan coba-coba tidak tertib sebagai pejalan kaki karena mobil tak akan melambatkan kecepatan di keramaian, kecuali saat lampu bagi kendaraan memang sedang merah. Menyeberang lah saat lampu bagi pejalan kaki sudah berwarna hijau.
Jam sudah lewat dari pukul 1 dini hari waktu setempat. Kami pun kembali ke hotel dekat KL Sentral yang juga masih ramai dengan kedai-kedai makanan di seberangnya. Kuala Lumpur dan beberapa lokasi di Malaysia kini kian jadi incaran para pelancong. Apalagi, pelancong dari Indonesia yang tergiur ongkos pesawat murah, bahkan super murah dibanding tempat-tempat lain di dalam negeri! (rn)
Editor : MELDA RIANI