ABS SBK
Filsafat hidup ABS SBK, yang nyaris tak dipraktikkan itu, selalu dikaitkan dengan perangai, moral dan kehidupan kolektif. Semestinya dipertajam pada sisi "tata nagari." Dengan demikian pengetahuan modern akan dipandu oleh agama dan adat dalam membangun satu pemukiman komunal. Misal? Itu tadi saluran pembanguan atau aie palimbahan, yang ada sekarang di belakang rumah, sama-sekali tak sesuai ABS SBK.
Jalan atau gang masuk kampung yang kecil tak sesuai dengan hidup ABS SBK. Mestinya besar, minimal bisa damkar masuk. Nagari yang punya ambulance bahkan ada dua, tak seindah ABS SBK. Mestinya ada ambulance untuk orang mati, ada damkar untuk orang hidup. Sebuah rumah terbakar, itu malapateka hebat.
Sampah yang banyak dibuang ke batang air, bukan tuntutan hidup ABS SBK. Rakyat yang jadi korban bencana tapi dibiarkan menderita berlarut-larut bertentangan dengan ABS SBK.Jadi, entah saya salah atau benar, pemprov dan pemkab, mesti serius tingkat tinggi mengurus aset keindahan Ranah Minang, nagari di kaki gunung. Indah sekali, yang indah itu mahal dan yang mahal itu mesti dijaga dan dibiayai. Jangan biarkan nagari-nagari kita hancur karena tidak dijaga dan ditata oleh pemerintah yang senantiasa, "akan ke akan saja," selama ini. Lai ado pangana angku palo tu? ***
Editor : yuni