Pemandian Sebagai Objek Wisata di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

×

Pemandian Sebagai Objek Wisata di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

Bagikan berita
Pemandian Sebagai Objek Wisata di Sumatera Barat Awal Abad ke-20
Pemandian Sebagai Objek Wisata di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

Pertama, pemandian yang berlokasi pada bagian tertentu dari sebuah sungai, yaitu pada bagian sungai yang dinamakan lubuk. Lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pemandian karena airnya dalam dan relatif tenang. Itu pulalah sebabnya ada banyak pemandian yang memiliki nama memakai kata ‘lubuk’. Seperti ‘Welkom’ Lubuk Begalung, Lubuk Peraku, Lubuk Sariak, dan Lubuk Mata Kucing.

Kedua, pemandian yang terbentuk karena adanya mata air yang kemudian membentuk kolam. Pemandian Sungai Tanang, Sungai Jernih, dan Aia Tabik serta Pincuran Gadang adalah contoh dari pemandian tipe kedua ini.

Ketiga, pemandian di pinggir laut. Pemadian Juliana di Sungai Beremas adalah salah satu contoh pemandian bentuk ketiga ini (pemandian Juliana sesungguhnya juga memiliki pemandian kolam dan air terjun air tawar).

Keempat, pemandian di pinggir danau. Pemandian di pinggir Danau Maninjau dan Singkarak adalah dua contioh pemandian jenis ini.

Kelima, pemandian kolam buatan. Pemandian ini adalah pemandian khusus yang dibuat menyerupai kolam besar dan airnya diisikan melalui saluran khusus serya diganti dalam waktu tertentu.

Pemandian kolam buatan adalah pemandian yang sifatnya ‘ekslusif’. Pemandian ini terbatas untuk orang Belanda totok atau Cina kaya.

Berbeda dengan pemandian kolam buatan, pemandian yang berlokasi di pinggir sungai (lubuk) atau pemandian mata air dinamakan ‘pemandian umum’. Pengguna yang paling banyak adalah penduduk lokal, namun ada juga orang Belanda dan Cina, serta wisatawan asing (yang ingin mandi). Bercampurnya pengguna pemandian inilah yang menjadi dasar dibuatnya pemandian kolam oleh pemerintah. Kaum Belanda totok (khususnya kaum perempuan) merasa risih saat mandi di ‘pemandian umum’. Mereka mengatakan bahwa mata kaum ‘Inlanders’ (penduduk pribumi) melotot terus ke arah mereka.

Sebagai sebuah objek wisata, para pengguna pemandian umumnya membayar beberapa ‘dubbeltjes’ (recehan) atau beberapa sen.

Hampir semua pemandian pada awal abad ke-20 tetap dipakai setelah Indonesia merdeka bahkan hingga dewasa ini. Di samping itu, keberadaan pemandian pada awal abad ke-20 tersebut juga telah menginspirasi Urang Awak untuk membuat (mengembangkan) pemandian baru, khususnya sejak tahun 1950-an. Sehubungan dengan itulah muncul pemandian Lubuk Minturun, Lubuak Bunta, dan sejumlah pemandian lainnya. (***)

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini