Untuk menghasilkan benang dengan warna alam, diperlukan waktu lebih dari satu minggu untuk perebusan benang, ekstraksi warna dari tanaman atau buah, pencelupan, dan fiksasi atau penguncian warna.
Akan tetapi songket dengan pewarna alam spesifik dan punya nilai jual lebih dan tidak diproduksi dalam jumlah banyak sehingga lebih ekslusif. Dengan itu, target pasarnya juga tertentu, tidak massal. Terutama yang menengah ke atas.
Kini produksi Dolas Songket mencapai 120 pcs/bulan. Jumlah itu diproduksi oleh sebanyak 29 orang penenun. Semuanya terikat bekerja dengan Dolas Songket.
Pilihan motif juga bervariasi, seperti pucuk rebung, saik galamai, itik pulang patang, rangkiang, aka cino, daun sirih, burung merak dan bentuk flora fauna lainnya.
Dona mulai konsisten dengan produk songket pakai pewarna alami. Permintaan pasar terus meningkat, tidak hanya dari Sumatera Barat, tapi juga dari luar. Seperti Riau, Medan hingga sejumlah kota lainnya di Indonesia.
Dona menggunakan sejumlah platform media sosial untuk pemasaran. Selain itu juga membuka galeri di rumahnya. "Kita juga punya reseller di marketplace," tambahnya.Selain itu Dolas Songket juga terus mengikuti sejumlah pameran. Seperti Inacraft dan pameran-pameran lainnya dalam negeri.
Dona juga pernah berkesempatan promosi hingga ke luar negeri. Seperti ke Brussels, Belgia mengikui ajang European Development Days yang merupakan pameran kerajinan tingkat dunia pada ada 7-8 Juni 2017.
Pada 2-5 Agustus 2018 ia pun kembali berkesempatan berpameran di luar negeri pada ajang Festival Indonesia-Moscow 2018 yang digelar di Krasnaya Presnya Park Moscow.
Pertahankan Songket
Editor : yoserizal