Diskusi yang tercurah dan terajut berkisar 8 jam lebih. Masing-masing narasumber diberi waktu menuangkan pemikiran dan pandangan soal resettlement atau relokasi penyintas atau mereka yang tinggal di kawasan rawan lahar Marapi, dengan durasi sekitar 10-15 menit. Hal ini berlangsung hingga siang.
Lalu berlanjut saling mendiskusikan, adu argumentasi yang dimoderatori oleh Ade Edward. Segenap pemikiran dan argumentasi para peserta yang begitu sengit, turut membentuk pokok-pokok pikiran brainstorming ini.
Salah seorang peserta, wartawan senior Khairul Jasmi mendorong pendekatan kultural atau kenagarian untuk kebijakan relokasi maupun tata ulang ruang dan pemukiman di kawasan Marapi. Baginya kunci untuk kebijakan relokasi adalah sokongan penuh walinagari dan niniak mamak (KAN).
Ia mengatakan, di kota ada tata kota, tapi seringkali tak tertata dengan baik. Sementara di Nagari, tak ada tata nagari yang patut untuk dibuatkan. Akibatnya, bencana sosial telah muncul di desa.
“Apa itu? Pemukiman yang kusut, jalan yang sempit, dan sulitnya akses kendaraan besar, apalagi pemadam kebakaran,” ujar Pemimpin Redaksi Harian Singgalang ini.
Menurutnya, jika Sumbar berhasil membuat dokumen tata nagari, satu saja, dan sukses menerapkannya, maka itu sudah menemukan makna sesungguhnya dari 'hujan adalah rahmat'.“Alam adalah panorama, apalagi di kaki gunung. Takkan ada lagi rumah baru yang dibangun membelakangi gunung dan menghadap ke jalan."
Guru Besar Hukum(Agraria) Universitas Andalas (UNAND) Kurnia Warman mengingatkan kebijakan relokasi harus beralaskan hukum yang jelas dalam konteks adat dan agraria.
Sementara Guru Besar Universitas Gunadarma Isril Berd, menilai sabo dam cocok sebagai mitigasi lahar Marapi secara fisik. Namun, sabo dam dan infrastruktur pengendalian aliran banjir lahar debris flow harus terencana baik, sehingga dapat berfungsi maksimal mengendalikan aliran banjir lahar dalam rangka mitigasi dampak bencana banjir lahar.
Djoni menyatakan bahwa inventarisasi masyarakat terdampak harus segera dilakukan. Diskusi dengan tokoh adat, kaum, dan suku sangat penting dalam mengambil keputusan terkait penetapan lokasi resettlement. "Keputusan lokasi harus didasarkan pada kesepakatan adat, kaum, dan suku," tegasnya.
Editor : Rahmat