AGAM - Kamis, 30 Mei 2024, malam mulai menyungkup bumi tatkala kendaraan yang saya tumpangi bersama dua relasi saya mulai memasuki Simpang Koto Mambang, Padang Pariaman menuju Kota Bukittinggi. Kami memilih jalan alternatif Sicincin Malalak karena memang inilah satu-satunya jalan tercepat menuju kota wisata pasca terputusnya jalan utama di Lembah Anai.
Mobil kecil jenis city car itu berjalan pelan melintasi jalan yang menyatukan dua kabupaten, Padang Pariaman dan Agam tersebut. Di depan mobil kami, ada truk tanki Pertamina yang juga berjalan pelan menyusuri jalan provinsi itu. Beberapa mobil, termasuk Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) menyalip kendaraan kami. Mereka melaju cepat membelah malam yang kian gelap dan dingin.
Hingga Pasar Tandikek, jalan masih terlihat terang dengan lampu jalan dan listrik dari rumah-rumah penduduk. Selepas itu hingga memasuki daerah Kabupaten Agam, jalan gelap, tak ada lampu penerang jalan. Bergidik bulu tengkuk saya menyaksikan jalan yang gelap gulita. Hanya lampu dari mobil yang kami tumpangi saja yang menerangi jalan.
Jalan berkelok dan penuh tanjakan serta turunan tajam tak begitu jelas terlihat. Salah-salah menginjak pedal gas, bisa tergelincir atau terjun bebas ke jurang. Belum lagi, bila ada mobil atau kendaraan dari arah berlawanan. Sungguh membuat badan meremang, karena takut. Apalagi, ada beberapa pengendara motor yang tak memakai lampu pada kendaraannya. Editor : yuni