Menuju Lentara Merah - Haji Datuk Batuah, Kembali ke Jalan yang Benar

×

Menuju Lentara Merah - Haji Datuk Batuah, Kembali ke Jalan yang Benar

Bagikan berita
Menuju Lentara Merah - Haji Datuk Batuah, Kembali ke Jalan yang Benar
Menuju Lentara Merah - Haji Datuk Batuah, Kembali ke Jalan yang Benar

PADANG PANJANG - Padang Panjang kota yang sejak 1935 dijuluki Serambi Mekkah itu, adalah kancah “peperangan” kaum intelektual Minangkabau. Ada duo kubu kuat, modernisasi Islam dan Islam Kiri.

Sebuah buku yang jika Pengantarnya ditulis Prof Taufik Abdullah, itu pertanda buku bagus. Inilah buku Menuju Lentera Merah, Gerakan Propogandis Komunis di Serambi Mekkah 1923 - 1949.

Buku setebal xxxi dan 162 halaman itu ditulis Fikrul Hanif Sufyan. Diterbitkan Gadjah Mada University Press 2017 dan dicetak ulang 2018.

Fikrul adalah mantan wartawan Rakyat Merdeka dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh, juga di Unand.

Lalu apa isi buku ilmiah dengan riset yang mendalam ini? Bukan tentang komunis apalagi PKI, tapi tentang Haji Datuk Batuah yang merenda Islam Adat dan Komunis lalu mengenggemnya.

Datuk Batuah “bentrok” dengan guru yang dihormatinya, DR. Karim Amrullah ayah Hamka. Menurut Datuk Batuah, secara ideologis komunis punya beberapa kesamaan dengan Islam. Anti penindasan, punya sisi pandang keadilan sosial dan sayang pada si miskin. Ini memang soal Hindia Belanda pada 1920-an yang gelisah dan merana.

Sikap kapitalisme Belanda, belasting alias pajak darah, kafir, sesuka hati saja, adalah kelompok yang mesti dilawan habis-habisan. Belanda bukan raja.

Oke, tapi komunis tak percaya agama apapun. Karena itu menurut Karim Amrullah, komunis jangan didekati. Nanti terbakar.

Buku Menuju Lentera Merah
Buku Menuju Lentera Merah

Dan memang kemudian Padang Panjang dan Minangkabau geger hebat, karena ternyata pengaruh Datuk Batuah dan kawannya Natar Zainuddin meluas di suku bangsa ini. Thawalib “remuk” diskusi soal komunis dari buku asli tak terhindarkan. Para sarjana sejarah tahu soal Bofet Merah di Thawalib. Koran yang namanya tak tertirukan Djago-Djago, kembaran Pemandangan Islam. Dihoyaknya Minangkabau oleh sang Datuk dengan dus media itu.

Dan Karim Amrullah mundur dari Thawalib. Dan, Datuk Batuah memang semakin bertaji. Belanda kemudian menangkap dan memborgolnya. Diusir dari Minangkabau ke ujung timur Hindia Belada. Lalu ke Dogoel lalu ke Australia. Ia kemudian dibebaskan setelah lama dibuang. Pulang-pulang dari Solo ia bertemu Hamka.

Editor : Bambang Sulistyo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini