OCAI: Pengetahuan Lokal Desa Matotonan Mentawai Ketika Merayakan Idul Adha

×

OCAI: Pengetahuan Lokal Desa Matotonan Mentawai Ketika Merayakan Idul Adha

Bagikan berita
Ocai, daging hewan kurban yang disiapkan untuk dibagikan kepada seluruh penduduk Matotonan
Ocai, daging hewan kurban yang disiapkan untuk dibagikan kepada seluruh penduduk Matotonan

Seluruh masyarakat Desa Matotonan akan mengolah ocainya dengan riang gembira. Pengolahan ocai juga dilakukan secara kolektif. Ocai bisa direbus dalam sebuah kuali besar yang kemudian dimakan bersama-sama oleh seluruh anggota suku di dalam uma, rumah tadisional suku Mentawai. Selain direbus, masyarakat Matotonan juga dapat mengolah ocai dengan memasaknya dalam buluh sebagaimana halnya aktivitas malamang yang dilakukan orang Minangkabau. Daging kurban atau ocai dimasukkan ke dalam buluh tanpa dicampur dengan bumbu, dan selanjutnya dibakar. Memasak daging di dalam buluh bambu ini dikenal dengan istilah ibasiokbuk, kearifan tradisional memasak daging tanpa minyak dan air, lemak dalam daging dan sumsum di tulang mencair dan melelh terkena panas.

Ocai yang diolah menjadi salai daging bisa disimpan bertahun-tahun. Salai daging ini disimpan dalam wadah bambu yang disebut masat. Ada perbedaan jenis bambu untuk ibasiokbuk dengan masat ini. Bambu yang digunakan untuk ibasiokbuk adalah bambu sejenis buluh yang berkulit tipis, sedangkan masat menggunakan bambu yang berkulit tebal. Ocai yang telah disimpan dalam masat disebut dengan silakra, tabungan makanan yang dapat digunakan untuk waktu yang sifatnya urgen dan mendadak.

Silakra yang disimpan dalam masat merupakan teknik penyimpanan daging bagi masyarakat Matotonan. Silakra dapat bertahan lama karena wadah masat diletakkan di atas garabat, tempat kayu yang disusun rapo tepat di atas tungku perapian. Hawa panas perapian terutama ketika aktivitas memasak diserap oleh masat yang ditaruh pada posisi paling bawah dari susunan kayu. Sentuhan hawa panas dari aktivitas memasak inilah yang membuat silakra dapat bertahan lama.

Terkait dengan keadilan pembagian daging kurban, ocai yang disimpan dalam bentuk silakra diperuntukkan bagi anggota keluarga yang saat itu tidak berada di Desa Matotonan. Ocai atau jatah kurban anggota keluarga yang tidak bermukim di kampung ketika acara berkurban karena sedang mengikuti pendidikan di luar Matotonan seperti sekolah di Muara Siberut atau kuliah di Padang akan bisa menikmati jatah kurbannya dalam bentuk silakra ketika mereka pulang kampung. Prinsip kebersamaan dan keadilan dari ocai bermanifestasi dalam kegiatan kurban Aidil Adha dengan cara membagi daging kurban sama rata hingga dapat dinikmati bersama pula. Dengan prinsip ini, ketika ibadah kurban dilaksanakan, seluruh masyarakat Matotonan dipastikan akan menikmati ocainya tanpa terkecuali.

Pasirubei ocai pada prinsip merupakan pembagian yang sama rata atau dengan penuh keadilan, pengetahuan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Desa Matotonan. Nilai keadilan itu yang teraplikasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Matotonan, salah satunya terlihat dalam peribadatan kurban Aidul Adha. Pasirubei ocai mudah-mudahan akan senantiasa menjadi momen yang ditunggu-tunggu masyarakat Desa Matotonan pada saat Hari Raya Kurban sekaligus menjadi manifestasi nilai kebersamaan dan keadilan.

(Penulis;Bimbi Irawan, peneliti pada Rancak Publik dan staf DPM dan PTSP Sumatera Barat)

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini