Bahkan saat rapat, ada salah satu anggota DPRD provinsi Sumatera Barat datang ke bidang yakni bapak Irza Ilyas mantan walikota Solok dari praksi Demokrat, ( kebetulan sudah dinyatakan beliau tidak duduk kembali di DPRD) dengan arogan kadis mengatakan.
"Biarkan saja, dia menunggu. Bapak-ibuk yang ikut rapat tidak usah takut dengan anggota DPRD..yang melantik ibu dan bapak sekalian bapak gubernur, jadi takutnya hanya sama bapak gubernur saja", begitu kutipan ditulis.
Kepala Dinas saat apel pagi juga merendahkan stafnya. "Saya kira orang provinsi ini hebat-hebat, ternyata lebih rendah kemampuannya dari orang kabupaten,"tulis laporan itu. Kemudian mengatakan PNS yang diangkat dari honorer kurang bagus kinerjanya, dibandingkan PNS yang masuk murni.
Hebatnya, mengenai kegiatan disaat rapat kepala dinas itu mengatakan, "Jangankan partai lain, PKS saja tidak saya kerjakan kalau tidak sesuai dengan aturan saya, apakah itu Buya Muchlasin ketua pemenangan gubernur, Buya anca, bapak Budiman, buya Rahmat Saleh dan pak Ihpan pun tidak ada beda bagi saya".
Ketidak mampuan menjalin koordinasi antar dinas kabupaten yang ada di provinsi, peranan dinas pertanian dalam percepatan relokasi lahan yang berdampak bencana sangat lambat. Bahkan tidak ada progresnya. Dia sibuk dengan mengumpulkan proposal, rapat setiap hari dari pagi sampai malam. Pekerjaan tidak selesai-selesai juga dan hanya sibuk pada hal-hal yang sepele saja.
Sehingga menjadi cemooh oleh staf, dan dinas-dinas lain pun sudah tahu bagaimana kadis pertanian namun sayang, gubenur masih diam."Di kesempatan ini kami meminta kepada bapak ibu yang terhormat untuk merealisasikan aspirasi kami. Kami letih dan lelah terhadap kepala dinas. Mohon diperjuangkan,", Begitu bunyi laporan tersebut diterima Singgalang.
Dari Sumber lain, juga diterima Singgalang Dipertahor teledor dalam membuat anggaran ganti rugi tanaman masyarakat di TPA Payakumbuh. Karena TPA tersebut longsor, sudah dialokasikan. Kemudian disetujui diambil dari anggaran biaya tak terduga (BTT), namun saat membuat DPA, dinas perkebunan salah menghitung dan tidak membuat dengan rincian siapa penerima di dalam DPA tersebut. Sehingga tidak dapat di bayarkan, dan sekarang masyarakat ribut.(*)
Editor : yoserizal