SAWAHLUNTO - Songket sangat dekat dengan kehidupan Anita Dona Asri. Sejak Kelas III SD, perempuan berusia 37 tahun yang disapa Dona sudah mulai belajar bertenun songket membantu ibundanya Nuryati. Di rentang 2.900 helai benang, Dona menenun menjadi sehelai kain songket dengan beragam motif, corak dan warna.
"Songket ini pula yang membiayai pendidikan saya sampai di perguruan tinggi hingga selesai kuliah. Rasanya, tak mungkin bagi saya meninggalkan usaha tenun songket," ujar Dona kepada Singgalang, Senin (8/7).
Hasil bertenun di saat kuliah, Dona mendapatkan penghasilan sekitar Rp150 ribu per minggu untuk biaya hidup. Setelah memperoleh gelar sarjana di Universitas Negeri Padang (UNP) di 2010, Dona sempat mencoba bekerja mengajar sebagai guru, namun hati sudah terpaut dengan songket.
Bagi dara yang masih lajang ini, bertenun dengan jadi guru tak beda jauh. Menjadi pengusaha sekaligus menjalankan profesi sebagai guru. Soalnya, untuk membangun usaha mesti mengajarkan keterampilan bertenun pada orang lain."Saya mencoba kembali menghidupkan usaha tenun yang pernah dibangun orang tua dan sempat berhenti beroperasi karena krisis ekonomi," tutur Dona.
Selain mengajarkan keterampilan bertenun, Dona juga membantu perajin tenun memasarkan songket di bawah bendera Dolas Songket melalui promosi dan pameran, serta media sosial untuk mengembangkan pemasaran. Kini, Dona tengah mencoba berkreasi menggunakan bahan pewarna alami untuk benang tenun.
Perempuan optimis ini menyimpan mimpi mengangkat songket di dunia fashion. "Saya perlu waktu untuk mengenal desainer terkenal untuk mewujudkan mimpi ini. Ini, jelas suatu tantangan yang harus saya lewati," ujarnya. (cng)
Editor : Eriandi