Lantas ligat membangun karena pemerintah satu kendali. Buat jalan tol gampang tak ada Mamak Kepala Warih (MKW) yang banyak benar gayanya kalau soal tanah. Investasi tertinggi di dunia terutama sejak 1998. Maka "kita harus revolusi," kata elite Indonesia waktu putusan MK hendak dibajak DPR. Di China yang revolusi tak lain infrastruktur. Bayangkan "revolusi" hasilnya: muncul kota-kota baru dan modern, hadir kereta api peluru, bandara baru dan pelabuhan rancak. Dan yang makin dunia geleng-geleng kepala, China sedemikian masif dan cepat melaju di bidang manufaktur. Bahan mentah diolah jadi barang jadi.
Tapi jangan lupa: Wuhan. Hebat-hebatlah tapi kan malapetakadunia bermula dari Wuhan. Doa-doa pada sepotong malam penuh lilin, menusuk kantong air mata di balkon-balkon rumah tua di apartemen-apartemen di Rabat, Tangier dan Casablanca di Maroko masih saya simpan videonya. Namun, tak ada yang tak menangis, tatkala warga Wuhan, bersimpuh dan berbaris di sepanjang jalan, melepas petugas kesehatan pulang ke kampung dan negara masing-masing. Warga melepas mereka sampai ke batas kota, tatkala sudah dinyatakan “bersih dan sehat”
Saya ingat ketika Covid menggila, suara azan, "shall f buytikum. Bertengkar pula kita, sebulanlah waktu itu, gara-gara lafaz tersebut. Bertengkar adalah kita, popularitas tanpa isi adalah elite kita.Dan, jalan tol ke Sicincin "akan ke akan saja," belum siap juga. Lalu, saya sudah duduk di kereta api berkecepatan tinggi. Cigin larinya. Kemana? Tak jelas, saya ikut saja. Nanti diurus. (***)
Editor : Eriandi