Di deretan kami, duduk seorang perempuan bercelana pendek, yang sejak kami naik sampai turun, main HP terus. Berdetak hati saya, kebiasaan pria wanita bercelana pendek ditiru dari China. Mungkin.
Tadi kami berangkat Stasiun Xuzhou di Yixing menuju Stasiun Xuzhou Dong. Sebelum dan sesudahnya, tak tahu saya, apa nama stasiunnya. Yang saya tahu, belanja di sini pakai Alipay. Manggau pula saya, ragu-ragu dan belum perlu juga.
Stasiun yang tadi kami tinggalkan, sebagaimana jamaknya, besar, tinggi dan sibuk. Bedanya, di sini halamannya luas sekali. Demikian juga stasiun tempat turun, kami melangkah sekitar sekilo, di bawah lantai. Ramai. Lalu dilarikan mobil ke Sinoma, pabrik peralatan pabrik semen milik negara. Untuk urusan ini, China agak laen memang, perlahan tapi pasti, pasar pabrik serupa di Eropa digerusnya.
Kereta berlari kencang di China ini, tiap sebentar masuk stasiun. Penuh. Orang China yang 1,4 miliar itu saja putar-putar di negerinya, maju jaya pasti wisatanya. Menurut petugas hotel, jika seseorang travelling ke semua provinsi di negara itu, tak bisa dijelang semua dalam setahun, kecuali Anda tak capek-capek, tak sakit-sakit dan tak perlu istirahat, mungkin bisa. Mendengar itu, walau sekarang saya dan rombongan pindah dari kota ke kota, itu belum apa-apa.
Jika naik kereta api saja kerja kita di China, bisa lupa anak sama Anda. Panjang rel negara ini, 195 ribu kilometer dengan 5.500 stasiun. Kereta membawa sekitar 10 ribu orang sehari.Semua kereta itu dikendalikan oleh Biro Kereta Api Tiongkok yang berdiri sejak 1950. Saat ini karyawan perusahaan itu, 2 juta orang. Demikianlah China Railway mengoperasikan kereta penumpang dari Tiongkok ke Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Korea Utara, dan Vietnam. Juga kereta barang. Dan, China telah membangun kereta api di Afrika dan Asia. Di Indonesia, keretanya hening, debatnya yang heboh. ***
Editor : Bambang Sulistyo