Khairul Jasmi
Hehe.. bukan gaya-gayaan judul tulisan ini. Saya memungut judul film yang rilis 1994. Karena ada love-lovenya maka saya ambil. Namun, sekarang, “Beijing saya datang.” Ini rupanya ibukota China itu. Seperti orang baralek, ramai. Di sini sekitar 22 juta orang tinggal. Subwaynya terpanjang dan tersibuk di dunia. Satu dari empat ibukota kuno China, Beijing memang woke. Apanya yang oke? Tak tahu pula, saya langsung ditangkap “ragu.” Maka, kemudian saya patut-patut kota ini di sebuah perempatan. Ternyata memang sibuk dan ramai, juga bersih. Ini kota tua, setidaknya sudah jadi pusat politik kekuasaan sejak 8 abad silam. Beijing terkenal akan istana-istana mewah, kuil-kuil, taman, kebun, makam, tembok dan gerbangnya. Di sinilah letak Tiananmen. Lapangan Luas di Gerbang Kedamaian Surgawi itu ada di jantung kota.
Lapangan ini terluas di dunia. Luaslah tak apa-apa sebab saya tak ke sana. Salah pintu masuk. Tak soal sebab di sebelahnya ada Kota Terlarang. Ke sana kaki dilangkahkan.
Dan: judul tulisan ini diambil dari film komedi Hong Kong yang disutradarai oleh Lee Lik Chi, parodi dari film-film James Bond. Dibintangi Stephen Chow, Anita Yuen dan Law Ka Ying. Si Chow ini, kalau dalam film konyolnya minta ampun. Dalam keseharian, dia seorang intelektual. Penasihat pemerintah.
Ibukota “benua” China ini, membuktikan, kehebatan bangsa itu. China sendiri adalah sebuah bangsa yang zaman lampau sering terjadi perebutan kekuasaan dalam dinasti. Satu daratan luas, satu ras, sipit semua, apa hendak dikata.
Konten Kreatif
Di Beijing ini dan beberapa kota ya g saya singgahi di China ditemukan babyak konten kreatif. Sebagai sebuah mata pencarian, mereka memang harus membuat konten.Pengguna Tiktok saja di sana jumlahnya 750 juta orang. Di seluruh dunia aplikasi ini sudah diundah 6 miliar kali. Tiktok pertama kali diluncurkan di China. Baik tiktok maupun Youtuber di China memang gila-gila. Bisa jadi ini dipicu oleh Youtuber cantik asal China, Li Ziqi yang meraup Rp72 miliar per tahun dengan menampilkan konten-konten video kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan.
Saya menyaksikan di Kota Terlarang Beijing, Sabtu (31/08/2024) sedemikiaj banyaknya konten kreator sedang live. Berbagai macam gaya dan tingkahnya. Ada yang seperti berpidato, ada yang mencerot-cerotet saja seperti “cina karam.”
Di kawasan belanja Wang Fu Jing apalagi. Tayangan layar lebar 3 dimensi, menyebabkan langkah pengunjung terhenti. Para amatiran untuk keperluan non bisnis dan profesional membuat konten. Puluhan. Ada yang sekadar memoto dan membuat video seperti saya. Asal ramai orang memainkan kamera HP, dia ikut pula.
Editor : Rahmat