Sawahlunto - Pemberi dan penerima uang atau politik uang di ranah pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat dipidana.
"Politik uang bukan lagi pelanggaran, tapi kejahatan pemilu," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sawahlunto Junaidi Hartoni kepada Singgalang, Selasa (10/9).
Dikatakannya, larangan yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota berlaku bagi setiap orang, anggota partai politik, gabungan partai politik, calon dan tim kampanye.
Lebih jauh dikatakan Ketua Bawaslu, bentuk pidana pilkada itu, menjanjikan, memberikan uang atau materi lainnya secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. "Jadi, di Pasal 187A ayat (1) sudah dijelaskan bahwa aturan itu berlaku pada setiap orang," ujar Junaidi Hartoni.Disebutkan Junaidi Hartoni, ancaman hukumannya, paling singkat pidana penjara 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Denda paling sedekit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Ini diatur di Pasal 73 ayat (4).
Ditambahkannya, calon yang terbukti menjanjikan dan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan pemilih berdasarkan putusan bawaslu dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU.(cng)
Editor : Eriandi