Pada 5 Mei, pemerintah Israel memutuskan untuk melarang Al Jazeera, menutup kantornya di Israel, dan membatasi akses ke situs Web mereka dengan menggunakan undang-undang yang disahkan oleh Knesset (parlemen).
Undang-Undang tersebut memungkinkan menteri komunikasi untuk menutup jaringan asing yang beroperasi di Israel dan menyita peralatan mereka jika menteri tersebut mengidentifikasi siaran mereka menimbulkan "bahaya nyata bagi keamanan negara."
Meski ada larangan, staf kantor tersebut tetap beroperasi dari Ramallah sehingga memicu Kantor Pers Israel, yang berafiliasi dengan kantor Perdana Menteri, untuk mencabut akreditasi reporternya pada 12 September.
Para pejabat Israel sering mengkritik televisi yang berbasis di Qatar tersebut, terutama karena liputannya yang luas terhadap serangan brutal Israel di Jalur Gaza.
Israel melanjutkan serangan mematikannya di Gaza menyusul serangan lintas batas dari Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.
Hampir 41.400 orang, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas dan lebih dari 95.700 orang luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.Serangan Israel telah menyebabkan hampir seluruh penduduk di wilayah itu mengungsi di tengah blokade yang masih berlangsung, yang menyebabkan kelangkaan parah bahan makanan, air bersih dan obat-obatan.
Israel menghadapi tudingan genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza. (*)
Editor : EriandiSumber : Anadolu