Gubrakan MPR

×

Gubrakan MPR

Bagikan berita
Gubrakan MPR
Gubrakan MPR

Nama baik Gus Dur pun direhabilitasi. Meski mungkin kalau dia masih hidup, dengan nada santai dan humoris, dia akan berkata seperti biasa, “Ah, itu kan cuma urusan kecil. Gitu aja kok repot.”

Melalui langkah rekonsiliasi tiga presiden ini, MPR seperti sedang berusaha mencuci piring. Atau mencuci tangan. Terserah anda. Seolah-olah mereka ingin mengubur dendam masa lalu yang kerap menjerat para pemangku politik Indonesia dalam polarisasi abadi.

Tentu, rekonsiliasi ini tak lepas dari suasana politik yang berubah. Naiknya Prabowo Subianto sebagai presiden RI jelas membawa atmosfer baru —atmosfer yang, entah bagaimana, dia pernah ada kaitannya dengan keluarga Soeharto.

Dan menariknya, di balik gubrakan MPR kali ini, kita melihat bagaimana polarisasi politik di kalangan elite disulap menjadi sesuatu yang bisa “dimaafkan.” MPR seakan berkata, “Tidak apa-apa, yang penting kita semua ishlah.” Apakah ini sekaligus cerminan dari bangsa Indonesia yang permisif?

Entahlah. Kita tak tahu, apakah ini benar-benar demi rekonsiliasi nasional. Atau sekadar mempermanis halaman-halaman terakhir dari MPR, yang selama dua periode ini lebih sering menghabiskan dana untuk sosialisasi empat pilar kebangsaan.

Bagaimana pun, ini setidaknya jadi pengingat bahwa politik di Indonesia bukanlah sekadar urusan hukum dan peraturan, tapi lebih soal kepentingan, perasaan, dan kadang, yah... memori pendek bangsa ini.

Jadi, dengan berakhirnya drama rekonsiliasi ini, kita kini siap menyongsong masa depan Indonesia yang... sama seperti dulu, penuh liku-liku dan kejutan politik yang tak terduga. Sejarah kali ini mengajarkan kita satu hal, bahwa semua bisa diperbaiki, asal kita bersedia melupakannya sejenak.

Catatan Cak Ahmadie Thaha - Pendiri Republika Online 1995.

Editor : Rahmat
Bagikan

Berita Terkait
Terkini