Kita tunggu jawabannya di episode selanjutnya, yang mungkin akan lebih menegangkan, karena seperti yang terlihat, aksi anarkis dan premanisme sepertinya baru saja memulai debutnya di panggung demokrasi kita.
Sebagai bangsa, kita perlu bertanya: apakah kita benar-benar menuju negara demokratis yang menjunjung tinggi hukum, atau malah terjebak dalam lingkaran kekerasan yang semakin meresap dalam kehidupan berpolitik dan bernegara?
Refleksi ini penting, terutama di era di mana suara minoritas semakin dibungkam oleh kekuatan yang lebih suka menggunakan otot daripada otak.
Jika kita tidak segera menyadari ancaman ini, demokrasi kita mungkin tidak hanya jatuh pingsan, tapi bisa saja koma permanen. Dan kalau itu terjadi, siapa yang akan kita salahkan? Preman? Oligarki? Atau diri kita sendiri yang terlalu permisif?Untuk sekarang, mungkin kita bisa mulai dengan tidak hanya berdiam diri dan tertawa sinis di balik layar, tetapi bertindak untuk menyelamatkan demokrasi yang sedang terancam. Bagaimana pun, masa depan bangsa ini masih di tangan kita semua.
(Catatan Cak AT Ahmadie Thaha, Pendiri Republika Online 1995)
Editor : Rahmat