Sepertinya, kita hidup di era di mana realitas tak lagi beda jauh dari skenario sinetron atau bahkan drama Korea versi Kemang. Coba bayangkan ini: Polisi sudah menangkap para penyerang diskusi penting para tokoh bangsa di hotel berbintang. Namun, para netizen tak percaya pihak kepolisian serius mengadili para tersangka, karena di lokasi peristiwa mereka saling pelukan, juga saling bersalaman.
Mari kita putar kembali kisahnya. Sekelompok orang tak dikenal (dan kini sudah ditangkap dan dikenal), mendadak muncul di depan sebuah hotel berbintang yang biasanya disewa untuk acara-acara berkelas.
Di dalam hotel itu, ada diskusi penting yang dihadiri tokoh-tokoh bangsa, dan yang terjadi? Namun, tiba-tiba segerombolan pria kekar berbaju hitam dengan masker di wajah menyerang. Perusakan pun terjadi, bahkan ada yang terluka, karena polisi membiarkan itu terjadi.
Lucunya, setelah melihat kejadian itu, polisi bersalaman dengan mereka, lalu membiarkan mereka pergi. Da da ...
Mungkin kita perlu mengingatkan diri, ini bukan episode "Penthouse" atau "Squid Game", meski plotnya tak kalah rumit. Coba ingat, begitu acara diskusi di Hotel Kemang Jakarta itu hendak dimulai, tiba-tiba muncul kelompok pendemo penolak diskusi, di depan hotel.
Lucunya, polisi malah "mengizinkan demo tersebut berlangsung. Mungkin dalam hati mereka berpikir, "Ah, biar seru! Kan ini Indonesia, demokrasi harus hidup!" Tapi, ya, bagaimana demokrasi bisa hidup jika diskusi saja diberangus?Di sinilah bagian paling absurd dari semuanya. Menurut undang-undang, polisi itu punya tanggung jawab menjaga agar kegiatan warga di suatu tempat aman sehingga demo dekat di situ tak boleh diberi izin. Namun, apa yang mereka lakukan? Ya, begitulah.
Lalu, saat segerombolan orang menyerang melalui pintu belakang hotel —ya, pintu belakang, seperti adegan mata-mata di film— polisi bikin alibi. Dalam jumpa pers, mereka mengaku sadar bahwa mereka kecolongan.
Mereka bilang, "Oops, kami tidak tahu mereka lewat pintu belakang." Seperti sepasukan satpam yang baru menyadari pintu darurat di mal saat kebakaran. Apa ini skenario film komedi? Atau mungkin versi lokal dari "Mission: Impossible"?
Lebih menariknya lagi, pengacara yang disewa para tersangka mengatakan bahwa klien mereka masuk dari pintu belakang hotel dengan alasan "efisiensi." Akses masuk pintu depan terlalu ramai, katanya. Jadi, kenapa tidak lewat pintu belakang?
Editor : Rahmat