Drama Korea Versi Kemang

×

Drama Korea Versi Kemang

Bagikan berita
Drama Korea Versi Kemang
Drama Korea Versi Kemang

Sungguh solusi yang cerdas, bukan? Logikanya seolah seperti, "Ah, macet di Sudirman, kita masuk tol sembarangan saja." Jika begini, jangan heran kalau di masa depan kita bisa melihat demo di Monas, tapi para peserta masuk lewat terowongan MRT karena 'efisiensi'.

Dan jangan lupa soal cium tangan polisi yang tertangkap kamera! Menurut pengacara, itu hanya soal budaya dan kesopanan. Oke, jadi sekarang kita tahu, kalau ada demo dan para peserta menghancurkan barang atau berkelahi dengan sekuriti, asal mereka cium tangan polisi, semua dianggap baik-baik saja. Rasanya seperti aturan tak tertulis yang kita baru tahu.

Penyerangan pun dibilang tanpa koordinasi. Nah, inilah puncaknya. Pengacara bilang tidak ada koordinasi antara kliennya dan polisi dalam pembubaran diskusi.

Namun, apakah kita harus percaya begitu saja? Di tengah panasnya situasi, para pelaku bisa beraksi seolah tanpa hambatan. Mungkin ini semacam kebetulan kosmis —polisi ada di lokasi, tetapi hanya 'nonton,' lalu tiba-tiba para penyerang datang tanpa aba-aba. Wow, sungguh kebetulan yang langka.

Tetapi drama ini masih jauh dari selesai. Sekarang polisi sudah menangkap beberapa pelaku dan menetapkan dua tersangka. Mereka bisa dihukum hingga tujuh tahun penjara.

Tapi mari jujur saja, kita patut bertanya, apakah ini semua bagian dari sebuah drama besar? Apalagi, para netizen kemudian mengunduh video yang menunjukkan para tersangka berada di tengah acara partai kuning. Juga, video mereka sedang menjaga tanah sengketa.

Dengan suguhan ini, mungkinkah kita sedang menonton versi satir dari kehidupan politik Indonesia? Atau, mungkin kita harus belajar menerima bahwa politik di Indonesia memang penuh dengan drama, komedi, dan twist tak terduga.

Kasus penyerangan di Kemang seperti tontonan dengan plot yang bisa berubah kapan saja. Polisi bisa tiba-tiba menjadi hero, atau malah jadi sidekick yang tak tahu apa-apa. Dengan begitu, kita hanya bisa tertawa kecil sambil mengelus dada.

Kapan lagi kita bisa melihat adegan di mana perusuh dan aparat bisa kompak dalam satu frame cium tangan? Ini bukan hanya tentang demokrasi yang dijaga, tapi juga demokrasi yang dibingkai dengan sedikit humor satir —karena tanpa itu, hidup politik kita mungkin terlalu berat untuk dihadapi.

Kita tunggu saja episode selanjutnya, siapa tahu skenarionya semakin absurd!

Editor : Rahmat
Bagikan

Berita Terkait
Terkini