“Majelis hakim pidana diduga khilaf atau keliru karena tidak berwenang atau tidak mempunyai kompetensi untuk menguji keputusan administrasi yang dilakukan terpidana dan kemudian menyatakan adanya pelanggaran administrasi. Pengadilan yang berwenang atau memiliki kompetensi untuk menguji dan memeriksa serta memutus keputusan organisasi adalah pengadilan tata usaha negara,” tegas Yunanto.
Sebelumnya para akademisi dan pakar hukum dari UI, UGM, dan UII mendesak agar Mardani H Maming segera dibebaskan. Desakan itu mencuat setelah adanya eksaminasi putusan hakim dan temuan adanya kekhilafan dan kesalahan hakim saat memberikan vonis.
Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII, Dr Mahrus Ali, mengatakan Mardani tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan sehingga harus dibebaskan demi hukum dan keadilan.
"Menurut eksaminasi kami, Mardani H Maming tidak melanggar Pasal 93 UU Minerba, karena norma pasal tersebut berlaku untuk pemegang IUP, bukan bupati yang mengeluarkan SK," katanya.
Kemarin, Selasa (29/10/2024), rombongan dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum UI mendatangi Mahkamah Agung (MA) untuk menyerahkan dokumen berisi analisis hukum atas upaya Peninjauan Kembali Putusan MA atas nama Mardani H Maming.
Atas nama LKBH-PPS, Aristo Pangaribuan SH, LLM, PhD mengatakan, putusan hukum terhadap Mardani H. Maming atas tuduhan suap tidak memenuhi standar pembuktian yang memadai dan layak dibatalkan.“Setelah menganalisis sejumlah dokumen dan putusan terkait kasus ini, kami berpendapat bahwa putusan-putusan terhadap terpidana di dalam forum-forum sebelumnya sangat layak untuk dibatalkan, karena lemahnya standar pembuktian dalam menghukum Terpidana. Padahal, di dalam KUHAP hakim pengadilan pidana harus bersifat aktif dalam menggali kebenaran,” katanya.
Sebelumnya, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) juga mengeluarkan anotasi dan kajian hukum yang juga menyoroti kekhilafan hakim dalam memutus kasus yang menimpa Mardani H Maming.
Akademisi Dr Somawijaya mengatakan, “Untuk menjaga marwah hukum dan keadilan hukum di Indonesia maka terdakwa seharusnya dinyatakan bebas dan direstorasi semua tuntutan terhadapnya serta dipulihkan nama baik, harkat serta martabatnya.(*)
Editor : Rahmat