Khairul Jasmi
Jika suatu hari tiba-tiba rumah makan padang tutup di seluruh Indonesia, maka negara ini pasti sedang bermasalah. Jika ada larangan buka rumah makan tersebut oleh siapapun, maka itu satu kemunduran cara berpikir. Sinyal soal kemunduran itu datang dari Cirebon.
Tapi, kemudian anggota DPR yang juga Ketua Harian Ikatan Keluarga Minang (IKM) Andre Rosiade menegaskan, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak berjualan masakan padang. Andre Rosiade menyampaikan pernyataan ini dalam video Instagram resminya, Kamis (31/10).
Andre menegaskan aksi itu tidak benar dan persaudaraan haruslah dikedepankan dalam menyikapi hal ini.
"Saya ingin menyampaikan hal itu tidak benar dan juga tidak boleh hal itu terjadi karena sekali lagi bahwa hak setiap warga negara untuk boleh berjualan nasi padang karena sudah menjadi kekayaan kuliner khas Negara Kesatuan Republik Indonesia," demikian Andre Rosiade.
Menurut saya, orang Padang atau Sumbar pergi merantau, tidak untuk bersengketa. Mereka malah tanpa sadar telah membentuk “selera nusantara.” Saya tulen Minang, hampir tidak menemukan masakan serasa di kampung sendiri di kota luar Sumbar. Tapi, sudah disesuaikan dengan “selera nusantara” tadi. Bahkan, ditemukan yang jualan bukan urang awak. Yang punya juga bukan.
Itulah sumbangan Minangkabau pada kuliner bangsanya. Sama dengan sumbangan putra-putrinya dalam membentuk keindonesiaan zaman lampau.Saya menyaksikan ada kegiatan ormas memang merek “asli Padang” di salah satu rumah makan di Jawa Barat. Viral. Sebelumnya, karena harga nasi padang Rp 10 ribu, rumah makan itu didatangi. Kebetulan yang punya bukan urang awak. Yang disebut terakhir digoreng orang. Apalagi memang ada tampak usaha mencopot merek di kaca rumah makan tersebut.
Apapun alasannya, ini satu bentuk kemunduran, walau di medsos disebut oleh sebagian netizen, “sebagai bentuk menjaga keotentikan. ” Namanya juga medsos.
Saya tak hendak ikut campur urusan atau sengketa rantau, tapi sinyal dari Cirebon sampai ke Ranah Minang. Di kampung kita tak ingin ada masalah di rantau manapun. Sebab, pada akhirnya masalah itu terbawa ke kampung halaman. Bukan tak ingin repot, tapi kenapa kita tidak saling jaga.
Editor : Rahmat