Konjen RI Melbourne, Kuncoro Waseso Baca Puisi pada Peluncuran Buku 'Suara Kampus' di Deakin University

×

Konjen RI Melbourne, Kuncoro Waseso Baca Puisi pada Peluncuran Buku 'Suara Kampus' di Deakin University

Bagikan berita
Konjen RI Melbourne, Kuncoro Waseso Baca Puisi pada Peluncuran Buku 'Suara Kampus' di Deakin University
Konjen RI Melbourne, Kuncoro Waseso Baca Puisi pada Peluncuran Buku 'Suara Kampus' di Deakin University

MELBOURNE -Konjen RI untuk Melbourne Kuncoro Waseso membacakan dua puisi saat didapuk sebagai pembicara utama pada peluncuran dan bedah buku Antologi puisi karya anggota SATUPENA di Deakin University Australia. Satu puisi yang dibacakan diambil dari buku antologi guru yang juga anggota SATUPENA dan satu lagi puisi karya sendiri yang berkisah tentang anaknya. Puisinya cukup menyentuh para hadirin karena ditulis dengan hati atas apa yang dia rasakan terhadap anaknya.

Pada acara yang dihadiri oleh guru-guru dan dosen Indonesia Australia tersebut, Kuncoro mengatakan, membaca puisi yang ditulis indah oleh para guru dan dosen menjadi inspirasi baginya sehingga ia ikut membaca dan menulis puisi yang sudah lama ia tinggalkan karena kesibukan kerja sebagai diplomat. Ia berharap program itu bisa bisa meningkatkan hubungan Indonesia Australia.

Selain keynote speaker Kuncoro, pembicara lainnya adalah Dr Fauziah Afriyani, dosen Indo Global Mandiri University, Palembang dan Prof Rebecca Fanany, dosen Central Queensland University yang diwakili Prof Ismet Fanany karena kondisinya yang sedang sakit.

Fauziah membahas buku 'Suara dari Kampus' melalui perspektif sumber daya manusia yang merupakan bidang kajiannya. Ia juga menawarkan beberapa tindak lanjut dari diskusi untuk pengembangan SDM melalui menulis dan Sastra. Menurutnya, sastra tidak hanya kolaborasi berkarya tetapi juga mempererat hubungan budaya Australia Indonesia dalam meningkatkan kompetensi guru, dosen maupun widyaiswara dalam proses belajar mengajar.

Prof Ismet me-review tentang puisi antologi ini yang menurutnya sangat inspiratif dan aspiratif dalam menyuarakan persoalan guru di Indonesia dan Australia.

"Puisi dapat menjadi nyanyian semakin dalam makna dan gagasannya. Apalagi jika puisi tersebut ditulis dengan ilmu dan menyentuh hati masyarakat," katanya.

Ia mencontohkan Carl Sagan yang terkenal dengan karya terbesarnya The Pale Blue Dot pada acara tv "Cosmos" tentang bumi yang dilihat dari antariksa. Ia menyebutnya sebagai titik biru pucat. Melalui foto itu, Sagan menunjukkan bahwa bumi sangatlah kecil, hanya sebesar titik yang berada di tengah luasnya area tata surya dan semesta. Carl Sagan yang visioner menulis buku ini pada tahun 1994.

Lebih lanjut, Prof Ismet mengatakan, satu-satunya negara yang ada pelajaran Bahasa Indonesia yang terstruktur dan sistematis itu hanya negara Australia. Namun, sejak kasus pemboman kedutaan Australia, dua jurnalis yang dibunuh dan bom Bali, banyak orang tua yang melarang anaknya belajar Bahasa Indonesia. Peristiwa tersebut memberi kesan Indonesia negeri yang tidak bisa bertoleransi sehingga menurunkan citra.

"Dulu, kedekatan Indonesia - Australia luar biasa dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan Bahasa Indonesia, sekarang lebih dominan bidang kesehatan dan pertahanan. Selain itu pilihan berbahasa kompetisinya dengan bahasa lain juga sudah banyak. Karena itu VILTA ( Victoria Indonesian Languages Teachers Association ) ingin membangun kembali kerjasama Bahasa Indonesia dengan SATUPENA Sumbar agar Bahasa Indonesia kembali bergairah dan diminati orang-orang Australia," tambah Astrid Dux, Vice President VILTA.

Ikut hadir guru Indonesia Australia yang juga penulis buku yakni Abdil Bajili, Zahara Guru PGRI, Eka Teresia guru SMK Negeri 6 , Edrawati guru SMP 13, Yacinta Dosen Monash University. Selain itu, ikut juga menulis puisi Fauziah dan Astrid Dux dengan editor Prof Ismet Fanany.

Editor : MELDA RIANI
Bagikan

Berita Terkait
Terkini