BUKITTINGGI- Krisis lingkungan yang terjadi seperti polusi industri, eksploitasi sumber daya alam, dan efek kurang meratanya distribusi ekonomi sehingga menimbulkan kemiskinan dan pemukiman kumuh, sejatinya adalah sebuah gejala di permukaan saja, sedangkan sumber utama penyebab krisis lingkungan adalah cara berfikir yang tergambar melalui bahasa.
Gejala krisis lingkungan yang terlihat sekarang jika ditarik ke belakang merupakan produksi dari cara berfikir yang diwujudkan melalui bahasa.
Demikian benang merah yang ditarik dari peluncuran buku Konsep Dasar Ekolinguistik karya Dr. Irwandi, dosen Linguistik Terapan (Applied Linguistics), jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech Mhd. Djamil Djambek Bukittinggi dan Dr. Yunhendri Danhas, peneliti lingkungan dari Head Institute Indonesia, Senin (11/11/2024) di kampus UIN Bukittinggi.
Turut hadir Wakil Rektor UIN Bukittinggi urusan Akademik dan Kelembagaan, Dr. H. Afrinaldi, MA., dan pemantik diskusi Dr. (HC) Gusrizal Dt. Salubuak Basa dari Balai Bahasa Sumatera Barat dan Efri Jhoni, MA., Kepala Pusat Bahasa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dan Staf Ahli Bupati Agam untuk pengembangan bahasa dan budaya.
Menurut Irwandi, bahasa secara ketatabahasaan tidak berpengaruh terhadap lingkungan, tetapi retorika bahasa memiliki pengaruh besar terhadap cara berfikir yang menentukan tindakan selanjutnya.
“Bahasa memainkan peranan penting untuk membaca lingkungan, dan retorika yang dibangun manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan dapat menentukan keberadaan keduanya, sebab memiliki hubungan yang saling terhubung”, jelasnya.
Tumpukan sampah di sungai, lanjut Irwandi, merupakan gambaran gejala krisis lingkungan yang muncul ke permukaan, namun pencemaran sungai yang sesungguhnya merupakan efek dari pola kontruksi linguistik atau tatanan bahasa yang tak tepat sehingga mempengaruhi cara berfikir, berkata, dan bertindak yang tidak tepat pula.Yunhedri Danhas mencontohkan bahasa marketing seperti diskon yang berpotensi dipersepsikan masyarakat dengan banyak belanja.
“Tanpa disadari tindakan ini berujung pada pencemaran limbah dan sampah produk diskon di sungai,” jelasnya.
Ditegaskannya, komponen ekosistem sungai perlahan punah yang otomatis istilah-istilah biotik dan abiotiknya turut punah pula.
Editor : Rahmat