Jakarta - Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris/Kantor Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Prancis, menggelar acara untuk memperingati 100 Tahun Sastrawan Revolusioner Indonesia Ali Akbar Navis (AA Navis) yang sekaligus membuktikan sastra Indonesia semakin mendunia.
"Melalui acara ini kami berharap bahwa karya-karya Navis dapat dikenal lebih luas di dunia internasional dan menginspirasi generasi mendatang. Peringatan ini bukan hanya sekadar mengenang, tetapi juga upaya untuk menduniakan sastra Indonesia agar terus relevan di kancah global," ujar Kepala Badan Bahasa E. Aminudin Aziz dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu.
Acara yang berlangsung di Kantor Pusat UNESCO di Paris pada 14-15 November 2024 itu dihadiri peserta yang terdiri atas pecinta sastra, akademisi, pelajar, diaspora Indonesia serta delegasi tetap UNESCO dari berbagai negara.
Menghadirkan gelar wicara yang dipandu oleh sejarawan dan pakar Asia Tenggara dari Universitas Science Po, Paris, Romain Bertrand, diskusi tentang AA Navis menyoroti figur pentingnya yang membawa pengaruh besar dalam sastra Indonesia modern.
"Navis dengan tajam menyingkap dinamika kehidupan desa dan menyuarakan isu-isu sosial yang relevan hingga kini," ujar dia.
Pembicara dalam gelar wicara tersebut yakni sejarawan Hilmar Farid dan penulis Ayu Utami, yang turut menyampaikan pandangannya mengenai pergeseran perspektif dalam sastra Indonesia dari tema pedesaan ke perkotaan.Mereka menyoroti sastra Indonesia yang kini lebih banyak mengeksplorasi kehidupan urban dengan tema-tema terkait perubahan sosial yang lebih luas, serta mencerminkan keberagaman suara dan perspektif.
"Ada pergeseran cerita tentang kehidupan desa ke kehidupan kota yang lebih kompleks, hal itu menunjukkan bagaimana sastra kita berkembang seiring dengan perubahan masyarakat," kata Ayu Utami.
Sementara Hilmar Farid membahas tren sastra Indonesia yang kini semakin terhubung dengan isu-isu global, meningkatnya keragaman latar belakang penulis, dan semakin eratnya hubungan antarseniman di negara-negara selatan.
"Sastra Indonesia kini tidak hanya berbicara pada lingkup nasional, tetapi juga menjadi bagian dari percakapan global, utamanya melalui isu-isu yang relevan dengan masyarakat di negara-negara bagian selatan," ujar Hilmar.
Editor : Eriandi