Para Koboi Menguasai Kota dan Tambang

×

Para Koboi Menguasai Kota dan Tambang

Bagikan berita
Para Koboi Menguasai Kota dan Tambang
Para Koboi Menguasai Kota dan Tambang

Oleh Khairul Jasmi

Dead in Tombstone, film Amerika 2013, dengan lakon Danny Trejo, sebuah tayangan layar lebar mempertontonkan, Amerika zaman gangster koboi yang sedang berkuasa. Mereka menaklukan sebuah kota dan menguasai tambang tembaga, emas, besi dan berbagai hasil lainnya dari tambang itu. Siapa yang membangkang, ditembak mati, termasuk lakon utama. Si lakon yang sudah mati, bangkit, sebab ia berhasil bernegosiasi dengan setan di neraka dan kembali ke bumi. Hidup. Balas dendam, membunuh semua orang yang membunuhnya.

Sedemikian hebatnya emas, juga di Sumatera Barat, tapi tidak seperti dalam film itu. Rakyat sudah lama tahu, berjangkit tambang emas liar dimana-mana. Jangan tambang liar, Kelok Sembilan saja tak bisa ditertibkan. Pembicaraan soal emas marak kembali, dipicu kasus Solok Selatan yang menurut keterangan resmi, polisi AKP Dadang Iskandar menembak mati rekannya sendiri AKP Ryanto Ulil gara-gara tambang galian C. Galian C itu, kata sumber, untuk keperluan proyek lumayan besar di sana. Kontraktor embung membeli, tak ada masalah, justru masalah di pengelolaan tambang galian C, yang katanya ilegal alias tambang liar.

Menurut informasi, tambang galian C yang memicu polisi tembak polisi itu ada di Sangir, Solsel. Lalu, apa saja isi perut bumi setempat? Di Solok Selatan itu, selain kayu, batu, pasir, kerikil juga emas dan perak. Belanda pada 1932, memberikan izin konsesi kepada pengusaha tambang di lahan seluas 5.679 hektare. Diberi nama Tambang Abei I sampai IX. Itu baru di Abai, belum lagi Muaro Labuah, Sungai Pagu dan kawasan lain di sana, Bersatu dalam rimba dengan daerah Supayang yang juga ada tambang emas ilegal. Di Sungai Pagu, tiga abad lalu ada danau purba yang mengering, lalu di dalam danau itulah ditemukan banyak emas. Angka 5.679 hektare itu, pada 1930, kalau sekarang, di atas 20 ribu haktera.

Spekulasi

Beredar spekulasi di beberapa grup WA, ada namanya “uang koordinasi,” untuk alat berat, yang ratusan jumlahnya bekerja siang malam di tambang ilegal di Solsel, Solok dan Pasaman Barat. Tak beranilah saya menuliskan “koordinasi,” dengan siapa. Pokoknya “uang koordinasi,” jumlahnya bisa Rp50 juta per alat berat/bulan. Spekulasi ini, mesti dibuktikan atau dibantah oleh penegak hukum, bukan memarahi atau memanggil orang yang berspekulasi. Jika saya muat, percakapan WAG itu, di sini, bisa tapi aparat penegak hukum (APH) yang sedang bekerja, mesti diberi ruang dan dihormati.

Di Sumbar tambang resmi bukan logam dan batuan telah diberikan izin kepada 12 perusahaan di atas lahan 5.074,26 hektare, tapi yang dieksploitasi baru 7.923 hektare. Kawasan tambang itu ada di 14 kabupaten, tapi tidak ada di Solok Selatan. Dengan demikian semua tambang di sana, tak berizin. Data Dinas ESDM 2024 itu, menunjukkan, lahan izin tambang C, terluas di Padang, 2.992,29 hektare.

“Itulah kondisi per September 2024. Rekapitulasi yang kami beri izin, kewenangan provinsi hanya untuk galian C,” kata Kepala Dinas ESDM Sumbar, Heri Martinus, kepada Singgalang, di Padang, Selasa (26/11/2024). Galian A dan B, kewenangan pemerintah pusat.

Di Indonesia tercatat 2.700 Pertambangan Tanpa Izin (Peti), dari batubara sampai mineral; tembaga seng, emas dan perak. Kata pemerintah semua itu “perlu dibina.” Tak tahu bagaimana cara “membina” yang dimaksud.

Kasus Dadang menembak rekan kerjanya, sudah menjadi isu nasional. Kompolnas dan Komisi III DPR sudah mengirim anggotanya ke Sumbar. Kapolri memberi atensi serius. Namun, apa motif Dadang menembak, belum terungkap. Ada yang bilang karena sopir truk pembawa sirtukil ditangkap. Tapi, banyak yang tak percaya. Yang saya tahu, di Sangir banyak sirtukil, banyak emas dan perak.

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini