Lalu siapa yang punya atau yang bertanggungjawab atas tambang galian C ilegal yang membuat polisi tembak polisi itu? Kabarnya, tak jauh-jauh amat. Lalu peran apa yang dimainkan Dadang? Riskan menuliskannya di sini, nanti salah, saya yang berabe jadinya.Tapi, kalangan pers sudah tahu. Makanya, insan pers memberi ruang dan waktu pada aparat kepolisian untuk mengungkapnya. Kenapa sampai Kapolres mau dibunuh juga, sehingga dimuntahkan 7 peluru? Selongsong peluru itu, fakta. Kisahnya belum disampaikan kepada publik. Namun, khalayak menebak-nebak, Dadang berniat menghabisi Ulil dan Kapolres. Kalau tidak, kenapa rumah kapolres dihujani peluru. Yang ketidak-tidak saja namanya itu. Syukur alhamdulillah, Bapak Kapolres selamat. Entah kalau saya luput, rasanya inilah pertama kali di Indonesia, rumah kapolres dihujani peluru oleh anak buahnya sendiri dan itu, kata informasi resmi, “karena kasus galian C.” Ini menjadi liar dalam spekulasi dan dugaan-dugaan netizen, termasuk berapa emas didapat dalam sebulan. Sudah beredar luas di medsos.
Solsel sekarang, adalah rumah bagi tambang liar. Tambang liar di sana , nyaris sudah seperti konter pulsa, ada dimana-mana. Sangat bebas tanpa takut. Di Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD), kabarnya marak sekali sampai ke perkampungan. Belum lagi di sepanjang Batanghari, buktinya lihatlah air sungai keruh pekat. Ini sudah seperti film Dead in Tombstone.
Catatan saya untuk kepolisian di Sumbar, jajaran penegak hukum ini, mesti membersihkan tudingan sebagai pembaking. Padahal tidak ya kan. Ini penting, untuk memulihkan kepercayaan. Sepertinya, kita semua, mesti belajar,setidaknya lewat youtube pada sebuah negara kecil yang terkurung daratan di Afrika: Rwanda. Negara yang pernah babak belur karena perang saudara itu, miskin akut, merana semerana-merananya, kini menjulang sebagai negara paling bersih, tertib, aman di dunia, mengalahkan Singapura. Pemerintahnya menyikat habis preman, polisi korup dan pejabat korup. Atau belajar – di youtube juga -- ke El Salvador. Presidennya memenjarakan semua preman, pengacau negeri, pembaking, aparat dan pejabatnya. Sekarang negara di Amerika Latin itu, aman. Perempuan bisa melenggang dengan tenang malam hari di jalanan. Semua tergantung pemimpin. Pemimpin tergantung demokrasi, demokrasi tergantung rakyat, rakyat tergantung serangan fajar, serangan fajar tergantung entahlah. Rumit.
Negeri kita, tentu tak sejahat itu, tapi soal emas, jangan main-main. Selalu saja terjadi, “tungkek mambaok rabah.” *Editor : Eriandi