PADANG – Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa mendudukkan kembali definisi otonomi daerah dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan tingginya biaya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tahun 2024 ini digelar serentak di seluruh Indonesia.
“Otonomi daerah kita sebenarnya berada di tingkat kabupaten dan kota, atau sejak dari level provinsi. Soal ketatanegaraan inilah yang mesti kita dudukkan kembali agar perdebatan kita soal mahalnya biaya Pilkada menjadi lebih fokus dan terarah,” ungkap Alex dalam pernyataan tertulisnya, Selasa.
Alex menegaskan bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi perintis dalam pelaksanaan Pilkada serentak. Hal ini dibuktikan pada tahun 2005 ketika pemilihan gubernur dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan bupati dan wali kota.
“Pada 2005 itu, pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar digelar berbarengan dengan pemilihan 11 bupati dan wakil bupati serta 2 wali kota dan wakil wali kota,” ungkap Alex.
Saat ini, Sumatera Barat memiliki 12 kabupaten dan 7 kota. Pada Pilkada serentak 2005 tersebut, daerah-daerah yang melaksanakan pemilihan meliputi Kabupaten Solok, Agam, Dharmasraya, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok Selatan, Tanah Datar, serta Kota Bukittinggi dan Kota Solok.
Sejak 2005 hingga sekarang, Alex menjelaskan bahwa Pilkada di Sumatera Barat selalu digelar serentak antara kepala daerah di level provinsi dengan kabupaten dan kota. Menurutnya, dari sisi teknis, hal ini memberikan efisiensi biaya.“Secara teknis, ada penghematan, seperti biaya pemutakhiran data pemilih yang hanya dilakukan sekali. Begitu juga honor panitia adhoc Pilkada hingga pembiayaan-pembiayaan di TPS yang dialokasikan sekali saja, seperti honor KPPS, Linmas, dan biaya pembuatan TPS, termasuk sewa tenda, kursi, dan sebagainya,” urai Alex, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI periode 2024-2029.
Alex juga merespons wacana Pilkada berbiaya mahal yang sebelumnya disampaikan Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto, pada perayaan hari jadi ke-60 Partai Golkar. Menurutnya, wacana tersebut perlu ditindaklanjuti secara serius oleh menteri terkait di Kabinet Merah Putih agar tidak melebar ke arah yang tidak perlu.
“Perlu kita cermati bersama, di tingkat desa saja, pemilihan pemimpin sudah dilakukan secara langsung. Bahkan, ada yang sudah melaksanakannya secara e-voting, seperti pemilihan wali nagari di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada tahun 2021 lalu,” jelas Alex, yang berasal dari daerah pemilihan Sumbar I.
Ia juga menyoroti potensi dampak jika gubernur, bupati, dan wali kota dipilih melalui sistem perwakilan, yakni melalui pemilihan di lembaga legislatif provinsi dan kabupaten/kota.
Editor : Bambang Sulistyo