Menteri Kebudayaan juga mengunjungi gua-gua dengan gambar prasejarah tertua di dunia; antara lain Leang Pettakere, Leang Jarie dengan gambar cap tangan berusia 39.500 tahun, dan Leang Karampuang dengan lukisan naratif tertua di dunia berumur 51.200 tahun.
Di sela peresmian dan kunjungannya ke wilayah arkeologi Leang-Leang, Menteri Kebudayaan juga mendiskusikan inisiatif pelestarian warisan budaya berbasis komunitas.
Dialog ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas pelestarian budaya dan akademisi, untuk memperkuat kolaborasi dalam mendukung pengakuan UNESCO terhadap kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage List).
"Leang-Leang memiliki nilai universal yang sebanding dengan Pompeii Archeologica Park di Italia, Petra di Yordania, dan Colosseum di Roma. Pengakuan ini akan memperkuat narasi bahwa peradaban besar tak hanya lahir di Eropa, tetapi juga berakar kuat di Nusantara. Kita harus memperkenalkan kembali reintroduksi identitas kita sebagai salah satu peradaban tertua memastikan dunia memahami bahwa Indonesia adalah rumah bagi peradaban awal manusia. Salah satunya melalui seni cadas tertua yang memuat kisah perjalanan manusia sejak puluhan ribu tahun lalu," tegasnya.
Fadli menekankan pentingnya peran masyarakat lokal dalam pelestarian warisan budaya.
"Diperlukan keterlibatan aktif komunitas dan masyarakat, sebagai ujung tombak, penjaga pertama situs-situs berharga ini," ujarnya.Sebagai bagian dari pengembangan kawasan ini, Taman Arkeologi Leang-Leang dirancang menjadi pusat edukasi dan konservasi.
Berbagai fasilitas, seperti Pusat Informasi Gambar Prasejarah, berfungsi sebagai sarana pembelajaran yang interaktif dan terbuka bagi masyarakat luas, menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pengalaman langsung.
Fadli Zon menambahkan bahwa taman ini harusan menjadi destinasi wisata budaya unggulan di Indonesia, bahkan dunia.
Peresmian ini menegaskan visi besar Indonesia dalam menjaga narasi sejarah dunia, peran Nusantara sebagai titik awal evolusi dan ekspresi budaya manusia.
Editor : Rahmat