“Remediasi adalah jembatan untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan kehutanan dengan masyarakat lokal. Dengan pendekatan partisipatif dan inklusif, kita tidak hanya memulihkan ekosistem, tetapi juga menyelesaikan sengketa sosial yang telah berlangsung lama. Ini adalah langkah penting untuk memastikan keberlanjutan hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Dr. Agus juga menekankan pentingnya kolaborasi sebagai fondasi keberhasilan kebijakan ini.
"Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci. Dengan komunikasi yang efektif dan pelaksanaan yang konsisten, kebijakan ini dapat membawa manfaat besar bagi hutan tropis Indonesia, terutama di wilayah seperti Riau yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi," lanjutnya.
Ia pun menambahkan, kebijakan ini adalah momentum penting yang tidak boleh dilewatkan.
"Dengan pelibatan semua pihak, kita bisa memastikan pemulihan yang adil, transparan, dan berdampak positif, baik bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar," pungkasnya.Untuk mendukung pemahaman terkait implementasi kebijakan ini, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau bekerja sama dengan PT Patala Unggul Gesang menggelar media briefing.
Acara ini menjadi wadah diskusi antara akademisi, praktisi, dan media dalam mendorong penerapan Kebijakan Remediasi FSC yang optimal.
Dengan sinergi antara berbagai pihak, diharapkan langkah ini dapat menjadi fondasi kuat bagi masa depan hutan tropis Indonesia yang lebih berkelanjutan.(*)
Editor : Rahmat