Cagar Budaya: RS Mata dr Yap, Semula Het Prinses Juliana Gasthuis te Djokjakarta.

×

Cagar Budaya: RS Mata dr Yap, Semula Het Prinses Juliana Gasthuis te Djokjakarta.

Bagikan berita
Cagar Budaya: RS Mata dr Yap, Semula Het Prinses Juliana Gasthuis te Djokjakarta.
Cagar Budaya: RS Mata dr Yap, Semula Het Prinses Juliana Gasthuis te Djokjakarta.

Laporan Khairul Jasmi

Gouverneur Generaal het eerste gedeelte van het nieuwe Prinses Juliana Gasthuis voor Ooglijders te Djokja onder groote belangstelling geopend.

(Gubernur Jenderal meresmikan bagian pertama Rumah Sakit Putri Juliana baru untuk Penderita Mata di Djokja di tengah animo yang besar.) Demikian berita koran Het Nieuws terbitan Batavia, edisi 29-05-1923.

Ke rumah sakit itulah, tengah hari, Sabtu (15/2) saya melangkah masuk. Di gerbang tertulis Rumah Sakit Mata Dr Yap di Yogyakarta. Di depan membentang Jalan Tjut Njak Dien. Lalulintas ramai. Masuk ke dalam melalui koridor yang lega dengan pintu-pintu jangkung khas bangunan peninggalan Belanda. Pasien ramai di hampir semua lorong, semua menderita sakit mata. Di dalam, ada halaman tengah yang lapang berumput hijau. Juga khas Belannd.

Saya keluar dari halaman rumah sakit itu, melaju lalu belok kiri, dan di belakang rumah sakit, ada museum Dr Yap. Sebuah museum seorang doktert China yang menyumbangkan ilmunya bagi anak pribumi, dengan membangun rumah sakit.

Rumah sakit ini sebagaimana diberitakan 1923 itu, memang dibangun khusus karena banyak yang mendeirta sakit mata. Saya beruntung menemukan rincian bangunan di komplek rumah sakit di halaman dua, koran Het Nieuws. Di situ dipasang foto maket rumah sakit tersebut. Ada 14 bangunan, berdiri dalam satu areal memanjang ke belakang. Paling depan bangunan utama diapit dua bangunan lain, sebelas lainnya berdiri dengan anggun ke belakang. Tiga bangunan berjarak di kanan, empat di kiri. Di belakang gedung utama ada enam bangunan. Semuanya, beratap bungkus nasi.

“Het Prinses Juliana Gasthuis te Djokjakarta,” demikian maket itu diberi judul besar memakan 3 dari 4 kolom suratkabar itu. Rumah Sakit Putri Juliana di Yogyakarta ini, memakai sistem paviliun terpisah

“Rencana pertama untuk rumah sakit ini, apartemen, seperti diketahui, didirikan oleh Dr. Yap Hong Tjoen dibuat pada tahun 1920, dan sejak itu dikembangkan lebih lanjut oleh Kantor Arsitek dan Insinyur Hulswit-Fermpnt-Ed. Cuypers di Weltevreden. Bangunan utama terletak di Hoofdweg, diapit oleh rumah dokter dan rumah untuk para suster. Di sebelah kiri pintu masuk utama terdapat ruang tunggu untuk umum, berdampingan dengan ruang pemeriksaan, perawatan dan dokter, dan di sebelah kanannya terdapat ruang operasi lengkap dengan dua kamar operasi,” lapor media tersebut.

Menurut keterangan maket yang dipajang media tersebut, “pada kelompok kedua direncanakan tiga paviliun untuk pasien bangsal. Di bagian tengah terdapat ruang perawatan harian yang luas dan ruang layanan, di kedua sisi terdapat bangsal besar yang masing-masing menampung 19 pasien, serta kamar mandi dan toilet yang diperlukan dan di setiap bangsal terdapat dua ruang isolasi dengan ruang layanan dan ruang harian yang terpisah. Masing-masing paviliun ini akan mampu menampung total 46 pasien. Taman ini dibagi oleh galeri-galeri yang saling terhubung, sehingga setiap paviliun memiliki taman yang terpisah, dan pemisahan yang mutlak dapat dicapai dalam segala hal. Keseluruhannya, sebagai bangunan utilitas, dirancang dengan cermat, sembari memenuhi persyaratan kebersihan yang paling ketat. Alas bangunan terbuat dari batu kapur yang pecah dan seluruh dindingnya diplester. Sebuah menara atap kecil telah ditempatkan pada bangunan utama sebagai sebuah fitur.” Tapi, media ini lupa melaporkan, pada 1923 itu, bangunan rumah sakit mata tersebut, dipastikan dibangun memakai produksi PT Semen Padang, yang dibangun 1910, tertua di Asia Tenggara.

Editor : Bambang Sulistyo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini
pekanbaru