PADANG - Cara menteri kabinet Merah Putih menyikapi temuan Komisi IV DPR RI tentang beras berkutu eks impor di gudang Bulog Yogyakarta, menandakan 'mahalnya' koordinasi di antara para pembantu Presiden Prabowo Subianto.
"Menteri Pertanian menyebut, beras berkutu itu tidak akan dipakai lagi. Sementara, Kepala Bapanas mengatakan, beras berkutu itu masih dapat dikonsumsi. Menko Bidang Pangan, malah berkilah jumlahnya sedikit. Terasa mahal sekali sebuah pekerjaan bernama 'koordinasi' di antara para pembantu presiden ini," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman dalam pernyataan tertulis, Senin.
Penilaian ini disampaikan Alex, terkait temuan beras berkutu di Gudang Bulog yang diutarakan Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto dalam rapat Komisi IV dengan Mentan, Selasa (11/3) lalu.
Pada rapat itu, Titiek mengungkapkan temuan beras sisa impor tahun lalu yang masih tersimpan di gudang Bulog Yogyakarta, kini dalam kondisi berkutu.
Dikatakan Alex, pada pemberitaan media dibaca, respon para pembantu presiden yang beraneka terkait respon yang diberikan terhadap temuan Komisi IV DPR RI itu.
Dimana, Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengaku telah mengecek informasi beras berkutu tersebut dengan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dan Dirut Bulog Novi Helmy Prasetya.“Ada sedikit (beras berkutu), sudah saya cek dengan Pak Bulog dan Mentan, ada kecil sedikit. Cuma berapa karung,” kata Zulhas saat meninjau harga Sembako di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (12/3).
Sementara, Mentan Amran Sulaiman berkata, jumlah beras dalam kondisi rusak itu berada pada angka 100 ribu hingga 300 ribu ton. Jumlah ini masih laporan sementara yang belum dapat dipastikan.
"Yang pasti, ada 10 ton beras berkutu di gudang Bulog Yogyakarta," kata Amran usai rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/3).
Sedangkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi berkata, stok beras berkutu masih dapat dikonsumsi, setelah melewati proses fumigasi atau pengendalian hama.
Editor : Bambang Sulistyo