Thailand telah mengalokasikan 6 juta USD untuk produksi film bersama negara-negara mitra, sementara Korea melihat Indonesia sebagai salah satu pasar potensial terbesar di Asia.
“Film adalah salah satu produk budaya paling penting. Jika kita bisa bersatu sebagai satu blok industri film Asia, kita bisa mengembangkan industri ini lebih cepat dan lebih kuat. Indonesia siap berkontribusi untuk mempercepat ekosistem perfilman Asia,” tegas Fadli.
Peluang besar bagi perfilman Indonesia juga terbuka di berbagai wilayah dunia, termasuk Timur Tengah.
Dalam diskusi bersama Holly Daniel, Direktur Red Sea Souk, Fadli menyoroti pentingnya hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi dalam industri perfilman.
Red Sea Souk, yang merupakan bagian dari Red Sea International Film Festival, telah berkembang pesat dalam lima tahun terakhir dan mulai menjadi pusat perkembangan industri film di kawasan Timur Tengah. Tahun 2025-2026, Red Sea Souk akan menjadikan Asia sebagai fokus utama, memberikan peluang besar bagi film-film Indonesia untuk masuk ke pasar Timur Tengah.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Fadli menekankan bahwa Indonesia memiliki banyak narasi kolektif yang bisa menarik perhatian pasar Arab Saudi, yang saat ini juga semakin terbuka terhadap karya-karya dari berbagai negara termasuk Indonesia.
Tren film horor yang rupanya digemari oleh penonton Arab Saudi juga membuka peluang besar bagi sineas Indonesia, yang dikenal dengan produksi horor berkualitas.“Kita memiliki begitu banyak cerita yang bisa diproduksi dan didistribusikan di kawasan ini. Apalagi, hubungan historis dan bilateral kita dengan Arab Saudi sudah sangat kuat. Ini peluang yang tidak boleh kita lewatkan,” ujar Fadli.
Berdiskusi dengan Datuk Azmir Saifuddin, CEO Badan Pengembangan Film Nasional (FINAS) Malaysia, Fadli juga menyoroti distribusi film Indonesia di Malaysia yang terus berkembang. Keduanya juga sepakat memperkuat skema produksi bersama sebagai strategi utama untuk memperkuat industri film di ASEAN.
Menteri Kebudayaan juga menekankan bahwa film historis dan budaya Melayu harus menjadi prioritas bersama.
Editor : Bambang Sulistyo